PT Granting Jaya Sosialisasi Pulau Buatan Kenjeran, Forum LPMK Pesisir Surabaya Buka Suara

Direktur PT Granting Jaya, Soetiadji Yudho (FOTO: AMAR)
Direktur PT Granting Jaya, Soetiadji Yudho (FOTO: AMAR)

SURABAYA | ARTIK.ID - PT Granting Jaya, operator proyek pembangunan pulau buatan di sepanjang pantai Kenjeran, melaksanakan sosialisasi kepada para nelayan sekitar pada hari Rabu (24/7). 

Direktur PT Granting Jaya, Soetiadji Yudho, menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang belum mengetahui terutama nelayan, bahwa rencana reklamasi yang akan dilakukan oleh pemerintah merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN)

Baca Juga: Tolak Reklamasi PSN, LPMK dan AMPS Kenjeran Gelar Aksi di Gedung DPRD Kota Surabaya

"Karena pasti ada yang belum mengerti, ada yang sudah mengerti, bahkan ada yang setuju dan ada yang tidak setuju. Kami terbuka menerima semua aspirasi tersebut sebagai pelaksana proyek ini," ujar Soetiadji.

Pilihan Redaksi:

Soetiadji mengatakan, pihaknya akan menampung semua masukan dari masyarakat, terutama para nelayan, karena niat perusahaan adalah untuk maju bersama. Dalam hal ini, para nelayan akan menjadi prioritas.

"Kita akan bekerja sama. Tidak mungkin saya bekerja sendirian tanpa dukungan dari nelayan dan pemerintah untuk melakukan perubahan demi Kota Surabaya yang lebih baik. Kalau saya sendiri, itu omong kosong," tambahnya.

Menurut Soetiadji, sosialisasi ini dilakukan untuk mengumpulkan dan menerima masukan dari para nelayan serta mendengarkan keluhan dan harapan mereka secara langsung.

"Tentunya mereka juga punya keinginan dan harapan. Nah, itulah yang kami tampung untuk menjadi bahan pertimbangan dalam pelaksanaan reklamasi ini," jelas Soetiadji.

Menanggapi hal ini, Inisiator Forum LPMK Pesisir Surabaya, Cak Ali, mengatakan bahwa selama lebih dari dua dekade keberadaan PT Granting Jaya di Kawasan Kecamatan Bulak tidak mampu membawa perubahan ekonomi yang signifikan bagi para nelayan sekitar.

PT Granting Jaya juga tampak tidak peduli dengan kondisi lingkungan tempat mereka beroperasi, hanya fokus pada wahana tanpa memperhatikan pelestarian alam sekitar.

Pemerintah Kota Surabaya dengan strategi pertumbuhan ekonomi yang menjadi tolak ukur keberhasilan pembangunan, belum mampu mengatasi ketimpangan pendapatan yang besar di antara kelas sosial masyarakat.

"Hal ini juga terjadi di kawasan yang sumber daya alamnya dieksploitasi. Selama ini, masyarakat nelayan seolah-olah bekerja sendiri tanpa dukungan dari pengusaha yang mengelola lahan pesisir di Kecamatan Bulak," kata Cak Ali.

Menurutnya, PT Granting Jaya juga tidak berperan signifikan dalam mengurangi pengangguran, jumlah penduduk miskin tetap besar bahkan melebihi data resmi.

"Angka tersebut menunjukkan bahwa pembangunan di kawasan pesisir tidak memberikan dampak positif bagi masyarakat bawah," paparnya.

Baca Juga: Kompleksitas dan Dampak Reklamasi Pantai Kenjeran, Abdul Ghoni Mukhlas Niam Minta PSN Dihentikan

Cak Ali menegaskan bahwa teori trickle-down effect tidak berfungsi seperti yang diharapkan dalam sistem kapitalisme. Bahkan, peningkatan biaya hidup dari sektor pangan telah membuat rakyat sulit mencapai kesejahteraan.

Pengusaha yang mengelola lahan pesisir di Kecamatan Bulak seolah tidak peduli dengan kondisi ini, bahkan ketika Pemerintah Kota menggalakkan "Program Kampung Madani," dukungan yang diberikan tidak tampak.

Cak Ali juga mengungkapkan bahwa kebijakan PSN (Proyek Strategis Nasional) tampak lebih berpihak pada oligarki (pihak swasta) dan adanya upaya untuk membangun aglomerasi justru akan memperburuk ekonomi Surabaya terhadap kawasan sekitarnya.

"Jika perputaran uang di Surabaya di atas 25 triliun sementara APBD Kota Surabaya tidak sampai separuhnya, maka beban sosial dan pembangunan kota Surabaya akan semakin berat dan menjadikan ketimpangan ekonomi yang kuat tidak hanya di sekitar wilayah Surabaya namun juga dalam kota Surabaya," ungkap Cak Ali.

Reklamasi pantai seringkali membawa dampak negatif signifikan bagi nelayan setempat. Proses ini dapat menyebabkan hilangnya habitat alami bagi berbagai spesies ikan, yang berujung pada penurunan jumlah ikan tangkapan nelayan.

Menurut penelitian oleh Lee et al. (2020), reklamasi pantai di beberapa wilayah Asia Tenggara telah menyebabkan penurunan populasi ikan hingga 30%, yang berdampak langsung pada mata pencaharian nelayan tradisional.

"Selain dampak langsung dari reklamasi, perubahan iklim juga memperburuk kondisi bagi nelayan," kata Cak Ali.

Baca Juga: Eri Cahyadi Setuju PSN Kenjeran, Komisi C DPRD Kota Surabaya Justru Pertegas Penolakan

Peningkatan suhu laut dan perubahan pola arus laut menyebabkan migrasi ikan ke perairan yang lebih dalam dan lebih dingin, sehingga lebih sulit dijangkau oleh nelayan tradisional yang menggunakan perahu kecil. 

Sebuah studi oleh Johnson et al. (2019) menunjukkan bahwa perubahan iklim menyebabkan penurunan hasil tangkapan nelayan hingga 15% per dekade di wilayah tropis.

"Kondisi ini semakin memperparah kesulitan ekonomi yang dihadapi oleh komunitas nelayan yang telah terdampak oleh aktivitas reklamasi," tuturnya.

Reklamasi dan perubahan iklim saling berinteraksi dan menciptakan kondisi yang lebih buruk bagi nelayan. Kombinasi dari hilangnya habitat ikan akibat reklamasi dan migrasi ikan akibat perubahan iklim mengakibatkan penurunan drastis dalam hasil tangkapan.

Studi menunjukkan bahwa di wilayah pesisir yang mengalami reklamasi intensif, dampak perubahan iklim terasa lebih signifikan dibandingkan dengan wilayah tanpa reklamasi. Nelayan di wilayah-wilayah ini menghadapi tantangan ganda yang mempengaruhi keberlanjutan mata pencaharian mereka.

"Parahnya, semangat yang ditunjukkan oleh pengembang adalah semangat reklamasi, bukan semangat membangun pesisir Surabaya," tegas Cak Ali.

Surabaya sendiri diketahui memiliki panjang garis pantai 47,8 km dan potensi perikanan tangkap tersebar di 9 kecamatan, yaitu Gununganyar, Rungkut, Sukolilo, Mulyorejo, Bulak, Kenjeran, Krembangan, Asemrowo, dan Benowo. Jumlah nelayan di Kota Surabaya mencapai 1.896 orang. (diy)

Editor : Fudai