Pendiri Huawei Anggap Remeh Dampak Pembatasan AS, Yakin China Bisa Mandiri Teknologi

Pendiri Huawei, Ren Zhengfei.
Pendiri Huawei, Ren Zhengfei.

JAKARTA - Pendiri Huawei, Ren Zhengfei menyatakan, bahwa pembatasan ekspor chip oleh Amerika Serikat tidak akan menghentikan laju perkembangan teknologi China. Dalam wawancara eksklusif dengan People's Daily, media resmi Partai Komunis Tiongkok yang dikutip Bloomberg pada Selasa (10/6/2025).

Ren menyampaikan optimismenya terkait masa depan industri chip dan kecerdasan buatan (AI) di negaranya.

Ren mengaku tak gentar dengan upaya Washington memutus pasokan teknologi ke sektor semikonduktor China. Menurutnya, perusahaan dalam negeri dapat menyiasati keterbatasan tersebut lewat teknik seperti chip stacking atau pengemasan chip, yang memungkinkan performa setara dengan teknologi tercanggih saat ini.

Ia juga menekankan bahwa ruang inovasi masih terbuka lebar di bidang perangkat lunak dan AI, terutama melalui ekosistem open-source yang terus tumbuh. Meski pembatasan AS terhadap akses China ke perangkat lunak desain chip masih berlaku, Ren menyebut kebijakan itu bisa saja dilonggarkan tergantung hasil perundingan dagang yang sedang berlangsung.

Wawancara ini dimuat bertepatan dengan hari kedua negosiasi antara AS dan China, yang berfokus pada isu-isu seperti ekspor teknologi dan pasokan unsur tanah jarang.

Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, yang hadir dalam pertemuan tersebut, menegaskan bahwa China belum mampu memproduksi chip canggih dalam skala besar, indikasi bahwa kebijakan ekspor AS masih punya dampak signifikan.

Huawei sendiri kini mengandalkan teknologi pengemasan chip untuk memproduksi prosesor AI-nya, bekerja sama dengan Semiconductor Manufacturing International Corp. (SMIC).

Langkah ini menjadi bagian dari upaya mengejar ketertinggalan dari pemimpin pasar seperti Nvidia. CEO Nvidia, Jensen Huang, bahkan mengakui bahwa kompetitor asal Tiongkok mulai mengisi kekosongan pasar yang ditinggalkan perusahaan AS dan menunjukkan kemajuan pesat. Namun, Ren tetap realistis soal posisi Huawei saat ini.

“AS melebih-lebihkan capaian kami. Kami belum sehebat itu,” ujarnya.

Ia mengakui bahwa teknologi Huawei masih tertinggal satu generasi di belakang AS dalam hal efisiensi chip, meskipun kekurangan itu bisa dikompensasi dengan sistem komputasi berbasis klaster.

Dalam beberapa tahun terakhir, Huawei telah berevolusi dari produsen perangkat telekomunikasi dan ponsel pintar menjadi kekuatan besar di industri semikonduktor, kendaraan listrik (EV), dan AI. Meski menjadi target utama pembatasan teknologi dari Washington, Huawei terus menegaskan bahwa mereka adalah perusahaan milik karyawan.

Ren, yang merupakan mantan perwira Tentara Pembebasan Rakyat, telah menjadi figur sentral dalam industri teknologi China sejak Huawei masuk dalam daftar hitam perdagangan AS di era pemerintahan Trump. Meski sempat terpukul, Huawei kini bangkit mengembalikan dominasi di pasar ponsel pintar dan melebarkan sayap ke sektor chip canggih dan kendaraan pintar. (red)

 

Editor : Fudai