JAKARTA - Penyakit jantung masih menjadi momok menakutkan di seluruh dunia. Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2019, sekitar 17,9 juta nyawa melayang akibat penyakit kardiovaskular (CVD). Penyakit ini menyerang jantung dan pembuluh darah, dan bisa berujung fatal jika aliran darah terhambat.
Baca Juga: Tuntutan Warga Makin Tinggi, Ipuk Fiestiandani Minta PPPK Kesehatan Berinovasi Tingkatkan Pelayanan
Langkah penting untuk menekan angka kematian adalah diagnosis dini. Namun, diagnosis secara manual atau konvensional bisa sangat menantang. Data pasien yang begitu banyak dan kompleks tak jarang membuat tenaga medis kewalahan dan berisiko membuat kesalahan.
Di sinilah teknologi mengambil peran. Belakangan ini, machine learning atau pembelajaran mesin mulai dilirik sebagai solusi cerdas untuk membantu proses diagnosis. Salah satu algoritma yang menonjol adalah Support Vector Machine (SVM).
Sebuah studi oleh Gupta dan timnya pada 2021 membandingkan berbagai algoritma machine learning untuk mendeteksi penyakit jantung—mulai dari Logistic Regression, Naïve Bayes, hingga Random Forest. Hasilnya cukup mengejutkan: meski Logistic Regression punya akurasi 92,3%, SVM tak kalah bersaing dengan akurasi 91,2%. Ini membuat para peneliti tertarik mengulik lebih dalam potensi SVM.
Fokus penelitian kini bergeser ke bagaimana memaksimalkan kinerja SVM menggunakan berbagai jenis kernel—komponen penting yang menentukan cara algoritma membaca dan memisahkan data. Tiga kernel yang diuji adalah: Linear, Polynomial, dan Radial Basis Function (RBF). Masing-masing punya cara unik dalam menemukan “garis batas” terbaik antara data sehat dan data sakit.
Baca Juga: Menteri Kesehatan Sebut Teknologi AI Berpotensi Merevolusi Layanan Kesehatan Indonesia
Penelitian ini menggunakan data dari Public Health Dataset tahun 1988, termasuk basis data Cleveland yang populer di kalangan peneliti. Data tersebut terdiri dari 13 variabel seperti usia, tekanan darah, kadar kolesterol, detak jantung maksimum, hingga riwayat angina saat aktivitas fisik. Semua variabel ini digunakan untuk memprediksi satu hal penting: apakah seseorang mengidap penyakit jantung atau tidak.
Setelah serangkaian proses analisis dan pengujian model, hasilnya cukup jelas. SVM dengan Linear Kernel keluar sebagai juara dengan akurasi 96%—mengungguli bahkan Logistic Regression dari studi sebelumnya. Di sisi lain, Polynomial Kernel dan RBF Kernel justru tertinggal jauh dengan akurasi masing-masing 67% dan 66%.
Temuan ini menunjukkan bahwa SVM, khususnya dengan Linear Kernel, punya potensi besar untuk digunakan sebagai alat bantu diagnosis penyakit jantung. Bahkan, bukan tidak mungkin algoritma ini nantinya dipakai untuk mendeteksi berbagai penyakit lain dengan tingkat akurasi tinggi.
Baca Juga: RS Hermina Kemayoran Perkuat Layanan dan Pengetahuan Medis Melalui Seminar 'Heart Talk With You'
Di tengah tantangan dunia medis yang semakin kompleks, kolaborasi antara ilmu kesehatan dan teknologi seperti ini membuka jalan menuju layanan kesehatan yang lebih cepat, tepat, dan menyeluruh. (RED)
Editor : Natasya