Gianyar - Suara Baleganjur menggema di langit Batuyang, Kecamatan Sukawati, Rabu malam (26 Maret 2025). Sebuah festival budaya lahir di jantung desa adat, menjadi ajang perang bintang bagi para juara Sekaa Baleganjur terbaik di Bali. Batuyang Chaitra Festival ke-1 hadir bukan sekadar pentas seni, tetapi juga ikrar suci dalam melestarikan budaya Bali yang adi luhung.
Bertempat di panggung terbuka jaba sisi Pura Desa lan Puseh Batuyang, festival ini dihadiri oleh Wakil Gubernur Bali Nyoman Giri Prasta, Ketua DPRD Gianyar Ketut Sudarsana, Camat Sukawati Gede Daging, serta para tokoh masyarakat dan pecinta seni. Sorotan utama festival ini adalah kompetisi Sekaa Baleganjur, yang menghadirkan tujuh grup terbaik dari berbagai kabupaten, menjadikannya sebagai arena perang bintang para jawara tabuh.
Baca Juga: I Wayan Tagel Winarta; Selamat Hari Raya Nyepi dan Idul Fitri: Merajut Kedamaian dalam Keheningan
Lahir dari Keheningan, Tumbuh Menjadi Tradisi
Bendesa Adat Batuyang, Guru Made Sukarta, menuturkan bahwa festival ini lahir dari sebuah perenungan mendalam. Semuanya bermula ketika Ida Batara melinggih di Bale Agung, sementara pemangku mekemit, tetapi suasana pura terasa sepi. Dari sana, muncul gagasan untuk menghadirkan sebuah perayaan yang tidak hanya menghidupkan kembali spirit budaya, tetapi juga memperkuat peradaban.
"Kami ingin menciptakan ruang bagi seni dan budaya, sesuai dengan semangat Gubernur dan Wakil Gubernur Bali, Wayan Koster – Nyoman Giri Prasta, dalam mengajegkan Bali melalui desa adat," ungkapnya, Kamis (27 Maret 2025).
Bukan Sekadar Lomba, Tapi Napas Kebudayaan
Festival ini bukan hanya ajang kompetisi, tetapi juga bentuk dukungan terhadap program "Desa Adat sebagai Desa Budaya". Dengan menguatkan seni dan tradisi, desa adat diyakini akan semakin menarik perhatian wisatawan, sekaligus menjaga identitas Bali agar tidak tergerus zaman.
"Dengan budaya yang kuat, wisatawan akan datang. Ini bukan sekadar tontonan, tapi upaya kita memperkuat warisan leluhur," jelas Guru Made Sukarta.
Selain kompetisi Baleganjur, festival ini juga menghadirkan berbagai kegiatan lain seperti pameran UMKM lokal serta pelantikan Dewan Seni dan Dewan Kesenian Batuyang. Langkah ini diharapkan dapat menjadi awal dari pergerakan budaya yang lebih besar, melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Baca Juga: Pemerintah Kabupaten Bangli Mengucapkan Selamat Hari Raya Nyepi Caka 1947 dan Idul Fitri 1446 H
Pendanaan dari Spirit Gotong Royong
Sebagai festival perdana, pembiayaan acara ini didukung oleh berbagai pihak dengan semangat gotong royong. Wakil Gubernur Bali menyumbang Rp 25 juta, Bupati Gianyar Rp 15 juta, serta berbagai tokoh dan krama yang turut berpartisipasi dengan sumbangan sukarela.
"Kami ingin festival ini terus berlanjut, bukan hanya sebagai ajang tahunan, tetapi menjadi tradisi yang diwariskan lintas generasi," kata Bendesa Adat Batuyang.
Caitra: Bulan Keberuntungan, Bukan Sekadar Finansial
Baca Juga: KSP Jujur Utama Mandiri (JUMARI) Mengucapkan Selamat Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Saka 1947
Festival ini dihelat pada sasih Kasanga, bulan yang dalam kepercayaan Hindu dianggap sebagai masa keberuntungan. Namun, lebih dari sekadar mencari keuntungan materi, tujuan utamanya adalah menjaga peradaban dan keberlanjutan budaya.
"Anak-anak muda harus ikut serta, sejak dini kita tanamkan kecintaan pada budaya. Inilah kekuatan sejati Bali," tambahnya.
Dengan lahirnya "Batuyang Chaitra Festival", Desa Adat Batuyang menorehkan sejarah baru dalam perjalanan seni dan budaya Bali. Dari suara gamelan yang bertalu, dari gemuruh tabuh Baleganjur yang menggema, festival ini bukan sekadar panggung hiburan, tetapi nyala api yang akan terus menjaga cahaya peradaban Bali. (*)
Editor : LANI