Sisi Gelap Puskesmas 24 Jam dan Layanan BPJS Surabaya, Michael Leksodimulyo Buka Suara

SURABAYA - Di balik gemerlap kota Surabaya sebagai kota metropolitan dengan berbagai kemajuan, terselip ironi dalam sistem pelayanannya. Salah satu yang menjadi perhatian serius datang dari sektor kesehatan.

Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Dr. Michael Leksodimulyo baru-baru ini angkat suara. Menurutnya beberapa pekan terakhir, ia bersama tim turun langsung ke lapangan untuk melakukan inspeksi ke sejumlah puskesmas yang mengklaim memberikan layanan 24 jam. Namun yang mereka temukan justru jauh dari ekspektasi.

Baca Juga: DPRD Nilai Pemkot Surabaya Kurang Tegas Tertibkan Bangunan Liar di Sekitar Sungai Kalianak

“Tidak ada satu pun yang benar-benar siaga 24 jam. Bahkan beberapa puskesmas terlihat seperti tidur dalam kewajibannya,” ungkap Michael dengan nada kecewa.

Kritiknya tak hanya berhenti di situ. Ia juga menyoroti bagaimana rumah sakit, terutama swasta, masih kerap menolak pasien BPJS dengan alasan belum menjalin kerja sama. Padahal, dalam kondisi gawat darurat, aturan BPJS tegas bahwa pasien harus tetap dilayani.

“Kalau kasus emergency, rumah sakit tidak boleh tolak. BPJS tetap tanggung. Ini prinsip dasar layanan kesehatan yang manusiawi,” tegasnya.

Mirisnya, ketimpangan layanan juga muncul dari distribusi kuota BPJS. Klinik-klinik swasta kekurangan jatah, sedangkan puskesmas kelebihan kuota namun pelayanannya belum maksimal. Ironi yang seolah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat pengguna layanan publik.

Baca Juga: Terpilih sebagai Ketua Dewan Pengurus APEKSI, Eri Cahyadi Target Kolaborasi dan Inovasi Antar Kota

Lebih menyayat hati, Michael menyinggung kasus tragis seorang mahasiswi berprestasi yang meninggal dunia akibat demam berdarah.

Ia ditolak rumah sakit swasta dan baru dirujuk ke RS BDH dalam kondisi kritis—nyawanya tak tertolong. Kejadian itu bukan yang pertama. Beberapa waktu lalu, seorang wartawan pun mengalami nasib serupa.

“Ini harus jadi titik balik. Nyawa warga jangan lagi tergadaikan oleh birokrasi atau sistem yang lamban,” katanya.

Baca Juga: Komisi D DPRD Surabaya Soroti Layanan Kesehatan dan BPJS, Desak Dinkes Lebih Pro Rakyat

Dirinya mendorong agar sistem kesehatan kota benar-benar pro-rakyat. Cukup dengan KTP Surabaya, warga harus bisa mendapatkan layanan dasar kesehatan. Tidak lagi dipersulit oleh tumpukan syarat administratif yang kerap menjadi alasan penolakan.

Kisah ini adalah cermin dari wajah pelayanan publik kita. Dan para wakil rakyat, seperti Michael, berharap sorotan ini menjadi alarm perbaikan. Karena dalam urusan kesehatan, waktu dan kemanusiaan adalah segalanya. (rda/diy)

Editor : Fudai