SURABAYA | ARTIK.ID - Redenominasi berbeda dengan sanering, redenominasi adalah proses penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya, sedangkan sanering yang menurunkan nilai mata uang dan daya beli, keduanya sama-sama menyederhanakan atau memotong angka nol di belakang nominal.
Redenominasi mata uang rupiah masuk dalam rencana strategis Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tahun 2020-2024. Rencana ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77 Tahun 2020.
Baca Juga: Kata Menteri Keuangan, Melemahnya Rupiah Tidak Berdampak pada Subsidi Energi
Rancangan Undang-undang tentang Redenominasi Rupiah berada di bawah Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu dan ditargetkan rampung pada 2024.
Redenominasi memiliki beberapa manfaat, seperti efisiensi perekonomian, percepatan waktu transaksi, berkurangnya risiko human eror, efisiensi pencantuman harga barang atau jasa, dan penyederhanaan sistem transaksi, akuntansi dan pelaporan APBN.
Selain itu juga diharapkan dapat meningkatkan kesetaraan nilai tukar rupiah dengan negara berkembang lainnya.
Baca Juga: Para Pelaku Penjual BBM Ilegal di Gorontalo Diringkus Polisi
Redenominasi membutuhkan waktu yang panjang untuk pemberlakuan secara penuh. Jika RUU Redenominasi ditetapkan dan disahkan pada 2024, maka dibutuhkan waktu hingga sebelas tahun hingga 2035 untuk implementasi penuh.
Ada beberapa tahapan yang harus dilalui sebelum redenominasi berlaku sepenuhnya, yaitu masa persiapan, masa transisi atau paralelisasi pertama, masa paralelisasi kedua, dan masa implementasi penuh.
Beberapa waktu lalu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan kesiapan bank sentral dalam mendukung implementasi rencana penyederhanaan nilai mata uang rupiah alias redenominasi.
Baca Juga: PHE Dorong Hidroponik hingga Panel Surya Desa Wisata, Muara Enim
"Redenominasi sudah kami siapkan dari dulu. Masalah desain, tahapannya, sudah kami siapkan semua secara operasional dan langkah-langkahnya," ujar Perry, dikutip dari artik, Kamis (22/06/2023).
(diy)
Editor : Natasya