SURABAYA — Keberadaan koperasi sebagai pilar ekonomi kerakyatan di tingkat akar rumput terus menjadi perhatian serius sejumlah pihak, termasuk para legislator.
Ketua komisi A DPRD Surabaya , Yona Bagus Widyatmoko, mengingatkan pentingnya menjaga profesionalisme dan integritas dalam pengelolaan koperasi, khususnya Koperasi Merah Putih yang berkembang di tingkat kelurahan.
Baca Juga: DPRD Surabaya Pantau Ketat Pembentukan Koperasi Merah Putih di Tingkat Kelurahan
Dalam keterangannya, Yona menyebut ada aturan yang mengatur secara jelas mengenai syarat-syarat untuk menjadi pengurus koperasi. Syarat tersebut meliputi kepemilikan sertifikasi dan telah mengikuti pelatihan yang relevan tentang pengelolaan koperasi.
Hal ini diperlukan agar pengurus tidak hanya memahami mekanisme internal koperasi, tetapi juga mampu menjaga nilai-nilai koperasi yang bersifat demokratis, transparan, dan berpihak pada kepentingan anggota.
Kopkel Merah Putih merupakan program nasional yang didasarkan pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025. Saat ini, menurut Cak YeBe, prosesnya sudah memasuki fase sosialisasi dan pembentukan kepengurusan. Namun, DPRD Surabaya memberikan atensi khusus agar program ini tidak disalahgunakan.
Cak YeBe mengingatkan bahwa dana sebesar Rp3 miliar untuk setiap koperasi bukan berasal dari APBN, melainkan pinjaman dari bank anggota Himbara, dengan tenor pembayaran enam tahun. Artinya, pengelolaannya harus dilakukan secara profesional dan penuh tanggung jawab.
“Yang paling penting itu integritas. Wong iki nek wis dicekeli duit, cekeli anggaran, sok-sok akhire mbelarah. Maka kami ingin memastikan bahwa yang mengelola ini benar-benar punya kompetensi dan karakter,” tegasnya pada warta Artik.id Senin (26/05).
Baca Juga: Ketua Komisi A Menilai Kolaborasi Pemkot dan DPRD Surabaya Masih Sekadar Retorika
Namun demikian, Cak YeBe (sapaan Akrabnya) memberikan catatan penting mengenai keterlibatan aparatur pemerintahan, seperti camat dan lurah, dalam struktur kepengurusan koperasi, meskipun mereka memiliki fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap aktivitas di wilayahnya, tidak semestinya mereka terlibat langsung sebagai pengurus koperasi.
"Aparatur pemerintahan seperti camat dan lurah sebaiknya memposisikan diri sebagai pengawas dan pembina kebijakan. Mereka punya fungsi kontrol, bukan fungsionaris koperasi. Ketika mereka turut duduk di struktur pengurus, maka terjadi konflik peran yang sangat berisiko," tutur Yona.
Lebih lanjut, Cak YeBe menyerukan agar semua pihak, termasuk pengurus koperasi, pemerintah kelurahan, dan masyarakat, dapat mematuhi prinsip-prinsip dasar koperasi.
Baca Juga: Ketua Komisi A Serukan Semangat Kebangkitan Nasional Lewat Keberanian dan Kearifan Lokal
Ia juga mendorong agar pelatihan dan sertifikasi koperasi diperluas agar lebih banyak warga yang mampu dan layak menduduki posisi pengurus.
"Dengan pengurus yang kompeten dan sistem pengawasan yang kuat dari aparatur pemerintahan, koperasi akan tumbuh sebagai kekuatan ekonomi lokal yang sehat dan berdaya saing," ungkapnya.
"Keberhasilan koperasi tidak hanya bergantung pada niat baik, tetapi juga pada tata kelola yang benar dan terbebas dari kepentingan politik maupun kekuasaan. Koperasi adalah milik anggota, dan harus dijalankan untuk kepentingan bersama dengan prinsip transparansi dan tanggung jawab," tutup Cak YeBe. (Rda)
Editor : rudi