Sri Mulyani Pilih Jalan Damai Hadapi Tarif Tinggi Trump, Siap Beri Diskon Pajak Impor Produk AS

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati

JAKARTA - Pemerintah Indonesia memilih untuk menempuh jalur negosiasi ketimbang balas dendam dagang atas kebijakan tarif tinggi Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pemerintah siap memberikan serangkaian insentif fiskal untuk meredam dampak kebijakan tersebut, mulai dari potongan pajak impor hingga penyesuaian bea masuk bagi produk asal Negeri Paman Sam.

Baca Juga: Menkeu ASEAN Bahas Perang Dagang Global, Sri Mulyani Tegaskan Indonesia Siap Hadapi Guncangan

Sebagai catatan, Trump baru saja menaikkan tarif impor produk Indonesia hingga 32%, jauh melampaui tarif sebelumnya yang hanya 10%. Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi besar Trump untuk menekan defisit anggaran AS dan memperketat perlindungan produk dalam negerinya.

Namun, alih-alih membalas dengan menaikkan tarif serupa, Sri Mulyani justru menawarkan lima strategi fiskal untuk menghadapi situasi ini secara elegan.

"Kita tidak ingin perang dagang. Kita pilih cara yang lebih bijak, yaitu memperbaiki administrasi, memberikan insentif, dan mempercepat prosedur agar beban tarif ini bisa dikurangi," ujar Sri Mulyani dalam acara Sarasehan Ekonomi, Selasa (8/4/2025).

Lima Jurus Sri Mulyani Hadapi Tarif Trump:

  • Perbaikan Administrasi Pajak dan Bea Cukai
    Proses pemeriksaan dipercepat, restitusi dipermudah, dan pengawasan di perbatasan lebih efisien. Efeknya setara pengurangan tarif 2%.
  • Diskon PPh Impor
    Tarif pajak penghasilan impor untuk produk tertentu seperti elektronik, ponsel, dan laptop akan dipangkas dari 2,5% menjadi 0,5%.
  • Penyesuaian Tarif Bea Masuk Produk AS
    Produk asal AS yang masuk kategori Most Favored Nation (MFN) akan dikenai bea masuk lebih ringan, yakni dari 5%-10% menjadi 0%-5%.
  • Penyesuaian Bea Keluar CPO
    Untuk produk andalan Indonesia seperti minyak sawit mentah (CPO), pemerintah juga menyesuaikan bea keluar hingga potensi pengurangan beban tarif 5%.
  • Percepatan Trade Remedies
    Proses antidumping dan tindakan pengamanan perdagangan lainnya dipercepat dari 30 hari menjadi 15 hari saja.

"Kami akan terus melakukan reformasi, khususnya di bidang pajak, bea dan cukai, supaya beban tambahan dari kebijakan tarif AS ini bisa ditekan serendah mungkin," tegas Sri Mulyani.

Baca Juga: Penerimaan Pajak Mulai Pulih, Sri Mulyani Optimistis Kondisi Fiskal Terjaga

Latar Belakang Ketegangan Perdagangan

Trump sendiri dalam banyak pernyataannya mengklaim tarif tinggi ini diperlukan demi menciptakan anggaran yang seimbang tanpa defisit. Semua negara mitra dagang AS kini terkena tarif minimum 10% sejak 5 April 2025. Sementara untuk negara-negara yang dinilai menghambat produk AS—termasuk Indonesia—tarif yang dikenakan bisa lebih besar.

Gedung Putih menilai kebijakan Indonesia soal Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) dianggap terlalu protektif dan merugikan pelaku usaha AS.

Namun, Indonesia memilih untuk tetap menjaga hubungan dagang tetap sehat. Sri Mulyani memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil pemerintah fokus untuk meredam dampak negatif bagi pelaku usaha dalam negeri, tanpa memperpanjang konflik.

Baca Juga: Trump Ancam Naikkan Tarif Impor China Jadi 50%, Beijing Siap Balas Tantangan

"Yang penting bagi kami, dunia usaha tetap bergerak, ekspor tetap berjalan, dan rakyat tidak menanggung beban lebih berat," pungkasnya. (red)

 

Editor : Fudai