Trump Ancam Tarif Tambahan 10% untuk Negara dalam Keanggotaan BRICS

Presiden Prabowo pada KTT BRICS di Rio de Janeiro Brazil
Presiden Prabowo pada KTT BRICS di Rio de Janeiro Brazil

SURABAYA - Presiden Donald Trump menyatakan bahwa Amerika Serikat akan memberlakukan tarif tambahan sebesar 10% kepada negara mana pun yang bersekutu dengan “kebijakan anti-Amerika” dari kelompok negara berkembang BRICS, yang para pemimpinnya memulai KTT di Brasil pada Minggu.

Menurut Trump, dengan forum-forum seperti G7 dan G20 yang terhambat oleh perpecahan dan pendekatan “America First” yang disruptif dari presiden AS, BRICS menempatkan diri sebagai wadah diplomasi multilateral di tengah konflik kekerasan dan perang dagang yang terjadi.

Baca Juga: Trump Tunggu Jawaban Hamas Soal Usulan Final Gencatan Senjata Gaza

Dalam pernyataan bersama yang dirilis pada Minggu (6/7) dari pembukaan KTT BRICS di Rio de Janeiro, kelompok ini memperingatkan bahwa kenaikan tarif dapat mengancam perdagangan global, melanjutkan kritik terselubung mereka terhadap kebijakan tarif Trump.

Beberapa jam kemudian, Trump memperingatkan bahwa ia akan menghukum negara-negara yang berupaya bergabung dengan kelompok tersebut.

“Negara mana pun yang bersekutu dengan kebijakan anti-Amerika dari BRICS akan dikenai TARIF TAMBAHAN 10%. Tidak akan ada pengecualian untuk kebijakan ini. Terima kasih atas perhatian Anda!” tulis Trump di media Socialnya.

Trump tidak memberikan penjelasan lebih lanjut terkait maksud “kebijakan anti-Amerika” dalam unggahannya tersebut.

Pemerintahan Trump saat ini tengah berupaya merampungkan puluhan perjanjian dagang dengan berbagai negara sebelum tenggat 9 Juli, yang merupakan batas waktu penerapan “tarif balasan” dalam jumlah besar.

Kelompok BRICS awalnya beranggotakan Brasil, Rusia, India, dan Tiongkok dalam KTT pertamanya pada 2009, kemudian menambahkan Afrika Selatan, serta pada tahun lalu mengikutsertakan Mesir, Ethiopia, Indonesia, Iran, dan Uni Emirat Arab sebagai anggota baru.

Arab Saudi masih menunda bergabung secara resmi menurut beberapa sumber, sementara sekitar 30 negara lainnya telah menyatakan minat untuk bergabung dengan BRICS, baik sebagai anggota penuh maupun sebagai mitra.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia, Airlangga Hartarto, saat ini berada di Brasil untuk menghadiri KTT BRICS, dan dijadwalkan bertolak ke AS pada Senin untuk memimpin pembicaraan terkait tarif, ungkap seorang pejabat kepada Reuters. Kementerian Luar Negeri India belum segera memberikan komentar saat diminta tanggapannya.

Dalam pidato pembukaan KTT sebelumnya, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menarik paralel dengan Gerakan Non-Blok pada era Perang Dingin, yaitu kelompok negara berkembang yang menolak untuk berpihak pada salah satu kutub kekuatan global.

“Dengan multilateralitas yang saat ini sedang diserang, otonomi kita kembali dipertaruhkan, BRICS adalah pewaris Gerakan Non-Blok,” kata Lula kepada para pemimpin negara.

Lula mencatat bahwa negara-negara BRICS kini mewakili lebih dari separuh populasi dunia dan 40% output ekonominya. Dalam pidatonya kepada para pemimpin bisnis pada Sabtu, ia memperingatkan adanya peningkatan proteksionisme.

Baca Juga: Trump Usulkan Pemangkasan Anggaran $163 Miliar, Fokus pada Pertahanan dan Keamanan Perbatasan

Perluasan blok ini menambah bobot diplomatik pada pertemuan BRICS, yang bertujuan menjadi suara negara-negara berkembang di Global South, sekaligus memperkuat seruan untuk mereformasi lembaga-lembaga global seperti Dewan Keamanan PBB dan Dana Moneter Internasional (IMF).

bener artik

“Jika tata kelola internasional tidak mencerminkan realitas multipolar abad ke-21, maka BRICS perlu membantu memperbaruinya,” ujar Lula, sambil menyinggung kegagalan perang-perang yang dipimpin AS di Timur Tengah.

Mencuri perhatian KTT tahun ini, Presiden Tiongkok Xi Jinping memilih mengirim perdana menterinya sebagai perwakilan.

Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin hadir secara daring karena adanya surat perintah penangkapan dari Mahkamah Pidana Internasional terkait perang di Ukraina.

Meski demikian, beberapa kepala negara hadir untuk diskusi di Museum Seni Modern Rio pada Minggu dan Senin, termasuk Perdana Menteri India Narendra Modi dan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa.

Namun, terdapat pertanyaan mengenai kesamaan tujuan dalam BRICS yang semakin beragam, mengingat kini mencakup rivalitas regional di samping ekonomi besar yang sedang berkembang.

Dalam pernyataan bersama, para pemimpin mengutuk serangan terhadap infrastruktur sipil dan fasilitas nuklir damai Iran sebagai pelanggaran hukum internasional.

Baca Juga: Diplomasi Xi Jinping Menyebar ke Seluruh Dunia Sudutkan AS sebagai Penindas yang Tak Bisa Dipercaya

Kelompok ini juga menyatakan keprihatinan mendalam atas penderitaan rakyat Palestina akibat serangan Israel di Gaza, serta mengutuk serangan yang disebut sebagai serangan teror di Kashmir yang dikelola India.

Kelompok BRICS juga mendukung Ethiopia dan Iran untuk bergabung dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), sembari menyerukan pemulihan segera fungsi penyelesaian sengketa dagang di WTO.

Dalam pernyataan bersama, para pemimpin mendukung rencana uji coba inisiatif BRICS Multilateral Guarantees di dalam New Development Bank untuk menurunkan biaya pendanaan dan meningkatkan investasi di negara anggota, sebagaimana dilaporkan Reuters pekan lalu.

Dalam pernyataan terpisah setelah membahas kecerdasan buatan (AI), para pemimpin menyerukan perlindungan terhadap penggunaan AI yang tidak sah, menghindari pengumpulan data yang berlebihan, dan menciptakan mekanisme pembayaran yang adil.

Brasil, yang juga akan menjadi tuan rumah KTT iklim PBB pada November mendatang, memanfaatkan kedua forum ini untuk menegaskan keseriusan negara berkembang dalam menangani perubahan iklim, sementara Trump justru menghentikan berbagai inisiatif iklim AS.

Tiongkok dan Uni Emirat Arab menyatakan rencana untuk berinvestasi dalam Tropical Forests Forever Facility dalam pertemuan dengan Menteri Keuangan Brasil Fernando Haddad di Rio, menurut dua sumber yang mengetahui pembahasan tersebut. Investasi ini akan mendukung konservasi hutan tropis yang terancam di seluruh dunia. (red)

Editor : Fudai