SURABAYA - Pemerintah Kota Surabaya bersama DPRD Kota Surabaya kembali membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2026.
Dalam rapat pembahasan yang digelar pada Kamis (16/10/2025), salah satu sorotan utamanya adalah peningkatan anggaran di sektor kesejahteraan sosial, khususnya bagi warga miskin dan kelompok rentan.
Baca Juga: Pemkot Surabaya Tambah Anggaran Dinsos, Imam Syafi’I Tolak Pengadaan 221 Kijing Kuburan
Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya, Imam Syafi’i, menyampaikan bahwa terdapat peningkatan signifikan dalam alokasi anggaran untuk Dinas Sosial pada tahun 2026.
“Jika pada tahun 2025 anggaran yang dialokasikan sebesar Rp103 miliar, maka tahun depan meningkat menjadi Rp114 miliar,” papar Imam.
Peningkatan tersebut sebagian besar akan digunakan untuk menghidupkan kembali program permakanan bagi lansia tunggal miskin dan untuk pemberian bantuan langsung tunai (BLT) kepada warga miskin yang sebelumnya mendapat bantuan dari pemerintah pusat.
Menurut Imam, program permakanan lansia tunggal miskin yang sebelumnya pernah dihentikan kini akan kembali dilanjutkan. Tercatat sebanyak 544 orang lansia akan menerima makanan setiap hari, dengan nilai indeks Rp15.000 per orang.
Total anggaran yang disiapkan untuk program tersebut mencapai Rp3,7 miliar. Imam menyebut hal itu sebagai langkah baik dalam memastikan kelompok lansia miskin tetap mendapatkan perhatian dan kebutuhan dasarnya terpenuhi.
Selain permakanan, Pemkot Surabaya juga akan mengambil alih pemberian BLT bagi warga miskin yang selama ini menerima bantuan dari Kementerian Sosial.
Sebelumnya, beberapa penerima bantuan permakanan dihentikan bantuannya karena telah masuk dalam Program Keluarga Harapan (PKH), namun kemudian tidak lagi mendapatkan bantuan lainnya.
Kini, mereka akan kembali mendapat perhatian melalui skema BLT sebesar Rp200.000 per bulan. Imam menyebut jumlah penerima BLT dari pemkot sebanyak 2.728 warga miskin.
Ia juga sempat mempertanyakan kemungkinan penggantian BLT dengan bantuan makanan, yang secara hitungan kasar bisa memberikan nilai lebih tinggi, yakni sekitar Rp450.000 per bulan dengan perhitungang nilai permakanan 15.000 kali 30 hari.
“Namun hal itu katanya belum memungkinkan secara teknis dan anggaran,” tutur Imam.
Imam juga menyinggung rencana pemberian bantuan kepada anak-anak warga miskin yang akan masuk jenjang Taman Kanak-Kanak (TK). Ia mengatakan, saat ini pendidikan TK menjadi wajib minimal satu tahun sebelum memasuki jenjang Sekolah Dasar (SD), namun biaya TK seringkali menjadi beban berat bagi keluarga miskin.
Baca Juga: Pemkot Surabaya Tambah Anggaran Dinsos, Imam Syafi’I Tolak Pengadaan 221 Kijing Kuburan
“Oleh karena itu, pemerintah merencanakan bantuan dalam bentuk pembebasan biaya bulanan bagi sekitar 7.000 anak dari keluarga kurang mampu. Kebijakan ini masih dalam tahap pembahasan bersama Dinas Pendidikan,” ujar Imam.
Dalam rapat tersebut, Imam juga menyoroti pos anggaran untuk perawatan Taman Makam Pahlawan yang mengalami peningkatan dari sekitar Rp1 miliar menjadi lebih dari Rp2 miliar.
Anggaran itu antara lain untuk pembangunan 221 unit kijing kuburan, yang masing-masing diperkirakan menelan biaya lebih dari Rp3 juta lebih.
Imam mempertanyakan urgensi pembangunan kijing tersebut dan menyarankan agar anggaran tersebut dialihkan terlebih dahulu ke program yang langsung menyentuh kebutuhan dasar masyarakat miskin. Menurutnya, selama tidak mendesak, proyek semacam itu bisa ditunda demi efisiensi anggaran.
Selain itu, pentingnya validasi data warga miskin di Surabaya juga mendi sorotan Politisi Nasdem tersebut. Berdasarkan data terbaru per Oktober 2025, jumlah keluarga miskin di Surabaya mencapai 23.572 kepala keluarga (KK) atau 64.705 jiwa.
Sementara kategori pramiskin mencapai 88.545 KK atau 285.783 jiwa. Meski demikian, Imam meyakini masih banyak warga miskin yang belum terdata atau tidak masuk dalam daftar penerima bantuan karena berbagai alasan administratif.
Baca Juga: Pemkot Surabaya Tambah Anggaran Dinsos, Imam Syafi’I Tolak Pengadaan 221 Kijing Kuburan
Ia mencontohkan, ada kasus warga yang sebelumnya tinggal di rumah kontrakan mahal dan pindah ke kontrakan yang lebih murah, namun kemudian tidak terdaftar sebagai warga miskin karena alamat tidak sesuai dengan domisili.
“Akibatnya, mereka dicoret dari daftar penerima bantuan,” ungkap Imam.
Dirinya menilai, verifikasi data harus dilakukan secara objektif dan berdasarkan kondisi riil, bukan hanya berdasarkan alamat di KTP.
“Untuk itu kami membuka ruang bagi warga yang merasa miskin namun belum mendapat bantuan untuk melapor ke Komisi D DPRD Kota Surabaya,” imbuhnya.
Ia mengatakan, pihaknya akan membantu memfasilitasi proses verifikasi ulang melalui Dinas Sosial.
“Kalau alasannya masuk akal, tentu kami akan hormati. Tapi kalau tidak bisa diterima oleh akal sehat, maka kami akan perjuangkan agar mereka bisa mendapat hak sebagai warga miskin,” pungkasnya. (diy)
Editor : Fudai