SURABAYA – Kejutan tak sedap muncul dalam pembahasan APBD Perubahan Kota Surabaya 2025. Anggota Banggar DPRD, Imam Syafi’i, menuding Pemkot secara tiba-tiba menyodorkan skema pembiayaan alternatif berbentuk utang sebesar Rp452 miliar, tanpa pernah dibahas di forum resmi sebelumnya.
Baca Juga: Pasca Porprov, King Knight Gencar Gelar Event Catur untuk Cetak Atlet Muda Surabaya
Lebih mengejutkan lagi, skema pembayaran utang tersebut membebani keuangan kota hingga 2029, dengan cicilan yang terus membengkak tiap tahun. Setelah tahun ini membayar Rp33,4 miliar, pada 2026 lonjakannya mencapai Rp129,7 miliar, dan berlanjut dengan nominal di atas Rp100 miliar tiap tahun.
“Ini bukan sekadar utang. Ini bom waktu fiskal,” sindir Imam tajam.
Imam juga mempersoalkan arah penggunaan dana utang itu. Dari lima proyek yang disebutkan seperti pelebaran Jalan Wiyung, CLLP, hingga penanganan genangan mayoritas menyasar infrastruktur di kawasan elite, bukan wilayah rawan banjir atau permukiman padat.
“Pelebaran Jalan Wiyung dapat Rp197 miliar, sementara penanganan genangan Rp179 miliar. Tapi kenapa yang di-roban seperti Kenjeran tidak tersentuh?” ujarnya pada Warta Artik.id Senin (21/07).
Lebih ironis lagi, di saat dana jumbo digelontorkan untuk infrastruktur jalan, program bedah rumah untuk warga justru dipangkas. Dari sebelumnya Rp16 miliar, kini dipotong.
"Ini benar-benar menyakitkan. Kampung dikorbankan, jalan-jalan mewah diperlebar pakai utang,” kritiknya.
Tak ingin gegabah, DPRD Surabaya sepakat menunda persetujuan skema pembiayaan tersebut. Imam menyatakan, sebelum ada kejelasan soal legalitas, urgensi, dan skema pelunasan, pihak legislatif tidak akan melanjutkan pembahasan.
Baca Juga: Tanpa Dirut KBS Tetap Lancar, Buleks Soroti Peluang Efisiensi Besar
Bahkan, DPRD berencana berkonsultasi langsung ke Kementerian Dalam Negeri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) demi memastikan skema ini tidak melanggar hukum.
“Ini utang jangka panjang, bukan main-main. Kalau sampai salah langkah, bisa jadi preseden buruk bagi kota ini dan masa depan fiskalnya,” tegasnya.
Imam pun tak menutup kecurigaan bahwa utang ini hanya menguntungkan segelintir pihak, terutama para pengembang yang bercokol di sepanjang Jalan Wiyung.
“Kenapa proyek ini yang diprioritaskan? Kenapa bukan wilayah yang lebih membutuhkan? Jangan sampai utang ini justru jadi karpet merah buat developer, tapi rakyat tidak merasakan manfaatnya.”
Ia menegaskan, zaman wali kota sebelumnya, model pembiayaan dengan utang semacam ini tak pernah dipakai. “Kalau tidak mendesak, bisa pakai skema multiyears. Tapi ini kesannya dipaksakan. Kami curiga, ada apa?”
Baca Juga: Surabaya Bukan Biang Gagalnya Trans Jatim Koridor VII Tegas Eri Irawan
Seluruh anggota Banggar DPRD Surabaya pun akhirnya sepakat menahan persetujuan anggaran dan menuntut tiga syarat utama:
1. Kajian mendalam atas urgensi proyek
2. Kepastian dasar hukum dan regulasi
3. Skema pembayaran utang yang realistis dan tidak memberatkan anggaran di tahun-tahun mendatang.
“Biasanya pembahasan anggaran bisa selesai dalam satu kali piting, tapi kali ini alot. Kami serius. Jangan sampai rakyat dikorbankan demi proyek yang tak jelas manfaatnya,” pungkasnya.
(Rda)
Editor : Fudai