SURABAYA - Teater Djarum melalui lawatannya mementaskan lakon “para pejuang”. Pentas produksi ke-38 tersebut menjelma trasformasi energi yang memantik semangat dunia per-teater-an di Surabaya.
Acara yang berlangsung di Graha Sawunggaling UNESA pada sabtu 19 Juli 2025 itu, memotret kehidupan nyata yang terjadi disekeliling kita. Alih-alih membuka mata kita pada kenyataan hidup hari ini pementasan teater “para petarung” menjelma testimoni tentang bagaimana seni tetap bertahan ditengah ketidakperdulian jaman.
Baca Juga: Teater Djarum Pentas di UNESA, Elisyus Sebut sebagai Uji Nyali Para Petarung
“Para Petarung” menceritakan kisah sekelompok orang dari latar belakang yang berbeda yang bersatu untuk melawan ketidakadilan sosial dalam masyarakat pasca-konflik. Pertunjukan ini membahas isu-isu sosial dan kekuasaan serta kemanusiaan, dan ditandai oleh latar yang hidup dan dialog emosional yang kuat. Pertunjukan ini mengajak penonton untuk merenungkan berbagai bentuk perjuangan, baik yang bersifat eksternal maupun yang bersifat internal pada diri manusia.
“Setiap karakter dalam ‘Para Petarung’ mewakili bagian dari diri kita – yang berjuang dalam diamnya, yang tidak menyerah meskipun mereka sedang mengalami rasa sakit yang mendalam,” terang Asa Jatmiko, sutradara “Para Petarung”.
Baca Juga: Teater Djarum Pentas di UNESA, Elisyus Sebut sebagai Uji Nyali Para Petarung
Selama hampir dua jam, penonton disajikan dengan kisah perjuangan, luka, dan solidaritas umat manusia dalam menghadapi kekuasaan yang menindas. Pertunjukan yang selanjutnya akan diglar di Bandung, Surakarta dan Kudus ini bukan sekadar pertunjukan teater, melainkan teater sosial yang menyentuh hati dan disajikan melalui visual yang kuat dan akting yang memukau.

Pengamat sosial dan komunikasi publik Elis Yusniyawati, menyoroti bahwa pertunjukan pentas produksi Teater Djarum kali ini membawa pesan tersembunyi yang sangat kuat, “Ada banyak pesan moral yang berusaha disampaikan Mas Asa lewat dialog-dialog dalam naskahnya. Keputusasaan yang dipotong dan harapan yang dibangun pun intrik-intrik yang membumbui panggung pertunjukan,” jelas perempuan yang kerap disapa Elisyus itu.
Baca Juga: Teater Djarum Pentas di UNESA, Elisyus Sebut sebagai Uji Nyali Para Petarung
Elisyus melanjutkan bahwa pertunjukan yang baik seharusnya dapat memberikan oleh-oleh yang bisa dibawa pulang para penonton, terutama untuk keputusan dan perubahan sikap yang lebih baik. ”Sepertinya Teater Djarum sudah mempertimbangkan setiap rasa yang akan dibawa pulang oleh setiap penontonnya. Sehingga dapat menghidupkan spirit para pejuang dalam diri kita masing-masing,” tutupnya. (rey)
Editor : Elis