JAKARTA - Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China kembali memuncak. Kali ini, giliran Beijing yang menunjukkan taringnya.
Pemerintah China secara resmi mengumumkan kenaikan tarif impor terhadap produk-produk asal Amerika Serikat menjadi 84 persen, lebih dari dua kali lipat tarif sebelumnya yang hanya 34 persen.
Baca Juga: Beijing Naikkan Tarif hingga 125% sebagai Balasan terhadap Kebijakan Dagang Trump
Langkah ini diumumkan pada Rabu (9/4/2025) malam waktu setempat, hanya berselang beberapa jam setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan gelombang tarif baru yang jauh lebih agresif terhadap barang-barang asal China.
Kebijakan terbaru Trump tersebut bahkan menaikkan tarif impor produk China menjadi 104 persen.
Tak ingin tinggal diam, China langsung merespons keras. Dalam pernyataan resminya, Kantor Komisi Tarif Dewan Negara China menyebutkan bahwa kebijakan ini mulai berlaku pada Kamis (10/4/2025) pukul 12:01 siang waktu setempat.
"Peningkatan tarif ini adalah bentuk perlindungan sah atas hak dan kepentingan kami," tegas pihak Kementerian Keuangan China.
Mereka menilai langkah Trump merupakan "kesalahan yang ditumpuk di atas kesalahan" dan telah merusak prinsip perdagangan internasional yang dijaga oleh WTO.
Tidak Hanya Tarif, China Juga Jatuhkan Sanksi Baru
Tidak berhenti pada kenaikan tarif saja, China juga mengumumkan langkah tegas lainnya. Enam perusahaan teknologi asal AS, terutama yang bergerak di bidang kecerdasan buatan (AI), resmi dimasukkan ke dalam daftar hitam.
Perusahaan-perusahaan ini dituding terlibat dalam penjualan senjata ke Taiwan atau bekerja sama dengan militer Taiwan dalam pengembangan teknologi militer.
Beberapa nama besar seperti Shield AI dan Sierra Nevada Corp termasuk dalam daftar hitam terbaru dari Beijing.
Perang Dagang Menuju Titik Didih
Perseteruan tarif ini bukan sekadar adu strategi ekonomi biasa. Konflik dagang antara dua raksasa ekonomi dunia ini telah menyeret berbagai aspek geopolitik, termasuk isu Taiwan dan peredaran obat terlarang seperti fentanil, yang sebelumnya menjadi alasan Trump menaikkan tarif impor terhadap China.
Baca Juga: Kebijakan Prabowo Picu Kekhawatiran Arus Keluar Dana Orang Kaya Indonesia ke Luar Negeri
Awalnya, Trump memberlakukan tarif 10 persen terhadap semua barang impor dari China pada Februari 2025. Namun, karena respons China dianggap tidak memuaskan, terutama terkait dugaan keterlibatan dalam peredaran fentanil dan isu imigrasi ilegal, Trump menggandakan tarif tersebut pada Maret 2025, dan kembali menaikkannya menjadi 104 persen minggu ini.
Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, menegaskan bahwa kebijakan Trump ini dimaksudkan untuk memberikan tekanan maksimum kepada Beijing.
"China ingin membuat kesepakatan, tapi mereka tidak tahu bagaimana melakukannya," ujar Leavitt seperti dikutip CNN.
Dampak Global Mulai Terasa
Sementara itu, eskalasi perang tarif ini mulai mengguncang pasar global. Bursa saham di berbagai negara tertekan hebat. Indeks S&P 500 di AS tercatat sudah turun hampir 20 persen dari posisi tertingginya, mencerminkan kekhawatiran mendalam investor terhadap masa depan ekonomi global.
Kondisi serupa terjadi di Asia. Indeks Kospi di Korea Selatan dan bursa saham di Shanghai serta Hong Kong juga merosot tajam sejak pengumuman tarif baru AS pada 2 April lalu.
Baca Juga: Menkeu ASEAN Bahas Perang Dagang Global, Sri Mulyani Tegaskan Indonesia Siap Hadapi Guncangan
Menurut data Kantor Perwakilan Dagang AS, sepanjang tahun 2024, Amerika Serikat mengekspor barang senilai USD 143,5 miliar ke China. Sementara itu, impor barang dari China mencapai USD 438,9 miliar, menjadikan China sebagai mitra dagang terbesar kedua bagi AS.
Namun kini, hubungan dagang yang selama ini saling menguntungkan itu terancam hancur akibat balas-membalas tarif tanpa ujung.
Jalan Panjang Menuju Damai Dagang
China menegaskan bahwa pihaknya tidak menginginkan perang dagang. Namun, Beijing juga tidak akan tinggal diam jika kepentingan nasionalnya dirugikan.
"Kami tetap berkomitmen untuk menyelesaikan perselisihan melalui dialog. Namun, jika Amerika Serikat terus melanggar prinsip perdagangan internasional, kami akan mengambil tindakan tegas untuk melindungi hak-hak kami," tegas Kementerian Perdagangan China. (red)
Editor : Fudai