Bicara di Seminar Evaluasi PON, Tokoh Olahraga Jatim Ungkap Berbagai Kecurangan

Mantan Ketua Umum KONI Jatim, Erlangga Satriagung mengungkap sejumlah kebobrokan penyelanggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) dalam Seminar Olahraga bertema “Evaluasi PON, Gengsi Atau Prestasi?” yang digelar SIWO PWI Pusat di Bandung, Kamis (12/12/2024).
Mantan Ketua Umum KONI Jatim, Erlangga Satriagung mengungkap sejumlah kebobrokan penyelanggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) dalam Seminar Olahraga bertema “Evaluasi PON, Gengsi Atau Prestasi?” yang digelar SIWO PWI Pusat di Bandung, Kamis (12/12/2024).

BANDUNG| ARTIK.ID – Mantan Ketua Umum KONI Jatim, Erlangga Satriagung mengungkap sejumlah kebobrokan penyelanggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) dalam Seminar Olahraga bertema “Evaluasi PON, Gengsi Atau Prestasi?” yang digelar SIWO PWI Pusat di Bandung, Kamis (12/12/2024).

Erlangga, yang datang sebagai salah satu pembicara, menegaskan jika penyelenggaraan PON saat ini sudah mengalami disorientasi. Multieven olahraga empat tahunan itu bukan lagi ajang kompetisi mengejar prestasi tapi sekadar perebutan gengsi daerah.


“Jika tema diskusinya, PON Ajang Gengsi atau Prestasi? Maka hari ini saya menjawab, PON adalah Gengsi,” ucap mantan Ketua Umum KONI Jatim periode 2017-2021 ini diawal diskusi.

Pernyataan Erlangga itu, bukan tanpa alasan. Selama pengalamannya menjadi ketua cabang olahraga hingga Ketua KONI Jatim, yang terjadi di PON tidak hanya praktek jual beli atlet, tapi lebih parah lagi, yaitu perampasan medali.

“Ada daerah yang terang-terangan minta empat medali emas di salah satu cabor. Oke, kita bantu carikan pelatih terbaik dari luar negeri untuk melatih atlet mereka. Ternyata atlet juga belum punya, dan permintaan itu setahun sebelum PON. Kalau tidak diberi medali emas mengancam cabor tidak akan dipertandingkan di PON,,” ungkap Erlangga.

Tidak hanya itu, Erlangga juga mengungkap, ada salah satu atlet Jatim yang pernah ‘dirampas’ medali emasnya di PON hingga tidak mau berlatih lagi karena trauma. Disebutnya, atlet yang seharusnya mendapat emas, namun dikalahkan oleh sistem juri dan wasit. Kondisi ini kerap terjadi cabor-cabor tidak terukur.

“Atlet ini menangis, dia berlatih empat tahun untuk PON, tapi kalah oleh sistem hanya dalam empat menit. Kalau atlet kalah secara sportif, maka dia akan lebih semangat berlatih dan akan membalasnya di PON atau even berikutnya. Tapi kalah karena dicurangi, jadi tidak mau lagi menjadi atlet. Padahal ini atlet muda potensial, kami susah payah untuk meyakinkan kembali agar mau berlatih lagi,” cerita Erlangga.

Erlangga berharap, cara-cara kotor dalam meraih medali di PON harus segera dihentikan, jika ingin prestasi olahraga Indonesia bisa bersaing di level internasional, baik SEA Games, ASIAN Games hingga Olimpiade.

Baca Juga: Sidak Jembatan Rusak di Desa Prasung, Wabup Subandi Instruksikan Dinas PUBMSDA Segera Perbaiki
“Di level SEA Games saja, kita sekarang tidak lagi mendominasi. Kalau PON mau dijadikan ajang prestasi untuk proyeksi internasional, maka hentikan cara-cara seperti itu.Terapkan juga pembatasan usia atlet sesuai cabor yang berorientasi pada multievent internasional,” ujar pria yang pernah menjabat Ketum POSSI Jatim.

Selain itu, Erlangga juga menyoroti besarnya anggaran yang dikeluarkan masing-masing daerah untuk perhelatan PON. Jika dihitung rata-rata, per daerah mengeluarkan anggaran Rp 30 miliar pertahun maka uang disedot mencapai sekitar Rp 15 triliun.

“Rp 15 T itu tidak sedikit, ini belum anggaran pemberangkatan kontingen. Belum anggaran tuan rumah dari APBD maupun APBN. Belum lagi APBD II Kota/Kabupaten di Indonesia. Sementara prestasi olahraga di level internasional masih seperti ini, jangankan Olimpiade level ASIAN Games kita tidak lagi mendominasi,” ucapnya.

Selain mengupas pelaksanaain PON, Erlangga juga memberikan masukan kepada pemerintah terkait pola pembinaan atlet nasional (Pelatnas) tidak lagi terpusat namun mengubah menjadi desentraliasi. Artinya, daerah-darah yang memiiki cabor unggulan diberikan wewenang untuk melakukan pemusatan latihan atlet nasional.

“Misalkan Jatim diberikan tugas membina 5 cabor. Kemudian Jabar ada berapa cabor sesuai unggulannya. Begitu juga daerah lain. Daerah ini melakukan pembinaan atlet nasional dan mengawal sampai ASIA Games atau Olimpiade,” usulnya.

Diakhir diskusi, Erlangga berharap kepada SIWO PWI untuk melakukan tindak lanjut dengan menyampaikan hasil seminar kepada Presiden RI, Prabowo Subianto. Sebab, diskusi yang menghadirkan enam narasumber dengan peserta perwakilan wartawan olahraga dari seluruh Indonesia ini bisa menjadi masukan baik untuk pemerintah.

“Hasil diskusi atau seminar harus didengar oleh Presiden. Narasumber di sesi pertama tadi juga sudah mengupas masalah-masalah di PON dan itu lah yang memang terjadi. Mudah-mudahan, pemerintah tidak memandang olahraga hanya parsial saja,” harapnya.

Selain Erlangga Satriagung, pembicara lainnya adalah Profesor Dr. Djoko Pekik, Ketua KONI DIY dan juga Pakar Manajemen Olahraga, Prof. Muhammad Budiana, Ketua KONI Jawa Barat, Mahfudin Nigara (Pengamat Olahraga), Drs. Ferry Hendarsin, Tb Lukman Djajadikusuma (Sekjen KONI Pusat), dan Fatchul Anas (Wakil Ketua III KONI DKI Jaya). (Win)

 

Editor : Mohammad