Bersama Pakar Komunikasi Unitomo RLD Jagongan Bareng, Dorong Jurnalis Jadi Edukator Digital

SURABAYA - Rumah Literasi Digital (RLD) menggelar acara “Jagongan Bareng”, Selasa (26/8) di markasnya, Jalan Kacapiring No. 6, Surabaya. Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni pakar komunikasi Unitomo Dr. Dra. Zulaika, M.Si. dan Dr. Drs. Harliantara, M.Si. Fokus utama diskusi adalah menguatkan peran jurnalis dalam penyuluhan literasi digital di tengah tantangan media sosial yang semakin kompleks.

Acara ini bertujuan menyelaraskan peran praktisi media dengan dinamika zaman, khususnya dalam merespons derasnya arus informasi digital. Para narasumber menekankan pentingnya adaptasi terhadap perkembangan teknologi yang sangat cepat, membedakan antara jurnalisme profesional dan konten media sosial, serta meningkatkan kredibilitas jurnalis di era digital.

Baca Juga: Jawa Timur Gerbang Baru Nusantara, Apa Potensi dan Tantangannya?

Dalam paparannya, Dr. Zulaika menekankan pentingnya transformasi peran jurnalis—bukan hanya sebagai produsen berita, tetapi juga sebagai edukator yang aktif berinteraksi dengan masyarakat.

“Ini keren ya, karena penggagasnya adalah wartawan. Wartawan yang nantinya akan turun langsung ke masyarakat untuk menjelaskan literasi digital,” ungkap Zulaika.

Ia mengkritik pola lama di mana jurnalis cenderung bersifat satu arah. Menurutnya, ke depan, jurnalis perlu menjadi komunikator yang membangun dialog dan mampu menjelaskan isu-isu digital secara langsung dan interaktif.

“Kalau masyarakat nggak paham, bisa langsung bertanya. Ini menjadikan komunikasi dua arah, bukan hanya menyampaikan informasi satu arah seperti selama ini,” tambahnya.

Pakar komunikasi Unitomo Dr. Drs. Harliantara, M.Si. dalam acara Jagongan Bareng Rumah Literasi Digital (Foto Fuday)Pakar komunikasi Unitomo Dr. Drs. Harliantara, M.Si. dalam acara Jagongan Bareng Rumah Literasi Digital (Foto Fuday)

Zulaika juga menyoroti cepatnya perubahan di dunia digital, yang menuntut jurnalis untuk terus belajar dan beradaptasi. Ia menyayangkan banyaknya konten viral yang hanya memuat satu paragraf tanpa kedalaman informasi, yang berisiko disalahpahami publik.

“Wartawan dituntut bisa menyampaikan informasi penting dengan ringkas, tetapi tetap akurat dan utuh, meski hanya dalam satu paragraf,” tegasnya.

Selain itu, ia menekankan pentingnya membedakan konten media sosial yang bersifat pribadi dengan karya jurnalistik yang berbasis etika dan kelembagaan. Banyak pengguna media sosial kini tampil seolah-olah sebagai pakar demi kepentingan monetisasi pribadi.

“Sementara wartawan bekerja untuk lembaga, bukan untuk diri sendiri. Ini yang perlu dijaga agar kredibilitas informasi tidak tercampur dengan kepentingan pribadi,” ujarnya.

Generasi Z dan Tantangan Literasi

Sementara itu, Dr. Harliantara menegaskan bahwa literasi digital harus menyasar Generasi Z sebagai prioritas utama. Menurutnya, generasi ini tumbuh sebagai pengguna digital aktif, namun masih rentan terhadap misinformasi dan hoaks.

“Generasi Z secara alami adalah generasi digital. Mereka punya potensi besar, tetapi juga menghadapi tantangan serius, seperti mudah terpapar hoaks,” jelas Harliantara.

Ia menambahkan bahwa kemampuan generasi muda dalam membedakan informasi benar dan salah bergantung pada tiga hal: pengetahuan, niat untuk memverifikasi, dan daya pikir kritis.

“Literasi digital bukan hanya kemampuan teknis, tapi juga mencakup aspek analisis, pemahaman, dan kesadaran etis dalam mengelola informasi,” ujarnya.

Pakar komunikasi Unitomo Dr. Drs. Harliantara, M.Si. dalam acara Jagongan Bareng Rumah Literasi Digital (Foto Fuday)Pakar komunikasi Unitomo Dr. Drs. Harliantara, M.Si. dalam acara Jagongan Bareng Rumah Literasi Digital (Foto Fuday)

Harliantara menyadari bahwa hoaks tidak akan pernah benar-benar hilang. Namun, menurutnya, penyebaran informasi positif yang masif bisa menjadi penyeimbang yang efektif.

“Hoaks itu tidak bisa dihapuskan. Tapi masyarakat harus dibekali informasi positif sebagai pembanding yang kredibel,” tegasnya.

Ia juga menyinggung pentingnya kontinuitas program literasi digital. Salah satu yang sempat berjalan, yaitu Gerakan Nasional Literasi Digital, mengalami hambatan karena keterbatasan anggaran.

“Peran pemerintah tetap penting untuk mencerdaskan masyarakat. Program yang sudah ada harus dilanjutkan, apalagi Generasi Z adalah penghuni utama ruang digital masa depan,” katanya.

Rumah Literasi Digital sebagai Pusat Edukasi

Koordinator Rumah Literasi Digital (RLD), Fathur atau yang akrab disapa Parto mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung terselenggaranya acara, terutama kepada dua narasumber yang telah berbagi ilmu dan waktu.

“Terima kasih sudah mau menyempatkan diri ngobrol bersama teman-teman,” ujarnya.

Fathur menegaskan bahwa kemampuan literasi digital kini menjadi keterampilan dasar yang wajib dimiliki setiap individu. Bukan hanya sekadar memahami perangkat teknologi, namun juga mampu mencari, memilah, memahami, dan memproduksi informasi secara bijak.

“Masyarakat saat ini hidup di era banjir informasi. Informasi datang silih berganti setiap detik, tapi di saat yang sama, misinformasi dan hoaks juga mudah menyebar,” jelasnya.

Ia berharap Rumah Literasi Digital Surabaya bisa menjadi pusat pembelajaran bagi masyarakat luas, tidak hanya untuk jurnalis, tetapi juga pelajar dan komunitas.

“Rumah Literasi Digital Surabaya dapat berfungsi sebagai pusat edukasi masyarakat untuk mengasah keterampilan digital yang aman, kritis, dan kreatif,” pungkas Fathur. (diy)

Editor : Fudai