SURABAYA - Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Wali Kota Surabaya, M. Machmud, menyoroti besarnya tunggakan pajak yang belum dibayar oleh sejumlah pengembang properti dan pengelola apartemen di Surabaya.
Ia menyebut nilai tunggakan tersebut mencapai puluhan miliar rupiah, namun belum ada langkah tegas dari Pemerintah Kota untuk menyelesaikannya.
Baca Juga: Abdul Malik Sebut Tiga Lokasi Rencana Pembangunan Sekolah di Surabaya Perlu Penyelesaian Segera
“Ada yang nilainya Rp30 miliar, ada yang Rp17 miliar, dan lainnya. Itu semua potensial untuk ditagih. Tapi anehnya, justru yang kecil-kecil, rumah warga yang sudah puluhan tahun tidak diketahui pemiliknya, juga masuk dalam data tunggakan,” kata Machmud pada warta Artik.id rabu (9/4).
Menurutnya, pemerintah seharusnya memprioritaskan penagihan pada wajib pajak besar yang aktif secara ekonomi, seperti pengembang dan pengelola apartemen. Ia menilai banyak dari mereka tidak memiliki itikad baik untuk melunasi kewajibannya.
“Mereka ini tahu betul risiko membangun properti. Ketika lahan kosong, kena pajak bumi. Setelah dibangun, ada pajak bumi dan bangunan. Tapi tetap saja mereka tidak bayar. Ini kan aneh,” ujarnya.
Machmud juga menyebut bahwa pemerintah kota selama ini terlalu lunak dalam menindak penunggak pajak besar. “Pemerintah terlalu baik. Sesekali perlu ada shock therapy. Kalau tidak bayar, segel saja. Blokir akses masuk, atau tindak dengan tegas sesuai aturan,” tegasnya.
Baca Juga: Tunggakan 1,7 Triliun, Bapenda Surabaya Fokus Optimalisasi Penagihan Pajak dan Pendapatan Daerah
Ia mencontohkan kasus salah satu pengembang yang menunggak sejak 2008 dengan utang pajak mencapai puluhan miliar, namun hanya membayar Rp300 juta setelah dipanggil Komisi B DPRD. “Itu jumlah yang sangat kecil untuk ukuran pengembang. Mereka hanya janji-janji terus, tanpa realisasi pembayaran yang jelas,” tambahnya.
Selain itu, legislator dari partai Demokrat ini menyoroti anomali penunggakan pajak dari hotel dan restoran yang seharusnya menyetor pajak 10 persen dari setiap transaksi konsumen. “Konsumen kan bayar pajak 10 persen dari total transaksi. Itu harusnya langsung disetor ke Pemkot. Tapi kenyataannya, dananya malah diputar dulu untuk investasi lain,” ungkapnya.
Machmud menilai pengawasan Pemkot masih terlalu ringan. “Kalau ada pengembang yang tidak bayar pajak, seharusnya bisa langsung disegel pintu masuk atau portalnya. Tapi Pemkot takut, karena kasihan penghuni atau karyawan. Akhirnya pengusaha tau, Pemkot tidak akan bertindak tegas,” katanya.
Baca Juga: Heboh Video Es Krim Beralkohol 40 Persen, DPRD Desak Pemkot Surabaya Lakukan Inspeksi
"Pentingnya penegakan aturan yang konsisten agar tunggakan pajak tidak terus menumpuk. “Kalau tidak ditindak tegas, yang lama makin menumpuk, yang baru akan ikut-ikutan. Ini soal ketegasan pemerintah dalam menjalankan aturan," Pungkasnya. (Rda)
Editor : rudi