JAKARTA - Kasus kopi sianida yang menjerat Jessica Kumala Wongso memasuki babak baru. Jessica kembali mengajukan Peninjauan Kembali (PK) untuk kedua kalinya dengan membawa bukti baru guna mendukung permohonannya.
Mahkamah Agung (MA) telah memulai proses pemeriksaan atas PK yang diajukan oleh Jessica terkait dugaan pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin. Berdasarkan data perkara di situs resmi MA, permohonan PK ini terdaftar dengan Nomor Perkara 78 PK/PID/2025.
Baca Juga: Tiga Jenis Kopi dari Jember, Kopi Liberica Punya Cita Rasa Lebih Unik dan Aromatik
"Status: dalam proses pemeriksaan majelis," dilansir dari di situs resmi MA pada Kamis (27/2/2025).
Permohonan PK Jessica diterima oleh Kepaniteraan MA pada 12 Februari 2025 dan secara resmi tercatat pada 20 Februari. Selanjutnya, perkara ini didistribusikan pada 21 Februari untuk diproses lebih lanjut.
Majelis hakim yang menangani perkara ini diketuai oleh Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto, dengan anggota majelis Hakim Agung Yanto dan Hakim Agung Achmad Setyo Pudjoharsoyo. Sementara itu, Agustina Dyah Prasetyaningsih ditunjuk sebagai panitera pengganti.
Sebelumnya, Jessica hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Rabu (9/10/2025) bersama kuasa hukumnya, Otto Hasibuan, untuk mengajukan PK. Meskipun telah memperoleh pembebasan bersyarat dari Kementerian Hukum dan HAM, Jessica tetap melanjutkan upaya hukum ini dengan dasar adanya novum atau bukti baru, yang merupakan syarat utama pengajuan PK.
Otto Hasibuan mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyerahkan rekaman CCTV dari Kafe Olivier sebagai bukti baru dalam permohonan PK tersebut.
"Alasan PK kami ini ada beberapa hal. Pertama, ada novum, kedua, ada kekhilafan hakim dalam menangani perkara ini. Novum yang kami ajukan adalah satu buah flash disk berisi rekaman kejadian saat tuduhan pembunuhan terhadap Mirna di Olivier," ujar Otto pada Rabu (9/10/2024).
Kuasa hukum Jessica juga menegaskan bahwa tidak ada saksi yang melihat atau menyatakan Jessica memasukkan sianida ke dalam kopi milik Mirna. Otto menilai bahwa vonis 20 tahun penjara terhadap Jessica hanya didasarkan pada rekaman CCTV yang ditampilkan di pengadilan.
Menanggapi temuan ini, Jessica mengaku terkejut dan berharap PK keduanya kali ini dapat diterima.
Baca Juga: Film Imam Tanpa Makmum Balik Modal Rp 8 Miliar Sebelum Tayang
"Kaget ya waktu pertama kali dengar, sampai nggak bisa berkata-kata. Tapi saya bersyukur temuan tersebut akhirnya ditemukan," ujar Jessica.
Jessica Wongso sebelumnya dijatuhi hukuman 20 tahun penjara atas kematian Wayan Mirna Salihin pada 2016. Ia telah menempuh berbagai upaya hukum, termasuk banding, kasasi, hingga PK pertama, namun semuanya ditolak.
Setelah mendapatkan program pembebasan bersyarat sejak Agustus 2024, Jessica kembali mengajukan PK dengan harapan mendapatkan keadilan melalui bukti tambahan yang diajukan.
Melansir dari Kompas.com, Otto Hasibuan menyatakan bahwa tujuan PK ini adalah untuk membebaskan Jessica dari tuduhan serta memulihkan nama baiknya.
"Permintaan kami adalah agar dia dibebaskan dan tidak terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan yang dituduhkan kepadanya. Kami ingin harkat dan martabatnya dipulihkan," kata Otto di PN Jakpus pada Rabu (9/10/2024).
Baca Juga: Banyuwangi Film Festival, Ipuk Fiestiandani Dorong Sineas Terus Berkarya
Otto juga menyoroti adanya dugaan rekayasa dalam alat bukti perkara ini. Ia mengungkapkan bahwa beberapa rekaman CCTV yang digunakan dalam persidangan mengalami perubahan kualitas.
"Jumlah rekaman yang berubah ada 37 gambar. Yang aslinya high definition berubah menjadi standard definition. Pixelnya juga berubah semua," ungkap Otto.
Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi ahli Christopher, rekaman CCTV asli memiliki resolusi 1920x1080 pixel. Namun, dalam persidangan, rekaman yang ditampilkan hanya memiliki resolusi standar 960x576 pixel.
Kini, proses hukum PK Jessica Wongso masih berlangsung di Mahkamah Agung. Keputusan atas permohonan ini akan menjadi penentu apakah Jessica dapat terbebas dari hukuman atau tetap menjalani vonis yang telah dijatuhkan sebelumnya.
Editor : Fudai