SURABAYA - Surabaya kembali menjadi tuan rumah Sawung Dance Festival, ajang tari kontemporer yang digelar rutin di Jawa Timur. Memasuki tahun ke-6 sejak perdana dihelat pada 2015, festival ini berlangsung di Gedung Cak Durasim – Taman Budaya Jawa Timur, Jalan Gentengkali, Surabaya, dengan mengusung tema “Tremor, Bodies at the Edge of the Chains.”
Sejak awal, Sawung Dance Festival konsisten membuka ruang bagi koreografer muda untuk berekspresi dan memperluas wacana seni tari kontemporer. Tahun ini, festival menghadirkan tiga program utama: Karya Bertumbuh, Main Performance, serta Residensi Reset Artistik.
Baca Juga: Ketoprak Berlakon Pedhut Mataram, Hibur Warga Surabaya di Taman Budaya Jawa Timur
Pada Karya Bertumbuh, empat koreografer muda terpilih mendapat kesempatan menjalani residensi dan pendampingan artistik bersama koreografer internasional asal Jawa Timur, Hari Gulur.
Mereka adalah Adam Mustofa (Ponorogo), Angga I Tirta (Surabaya), Mistahul Jannah (Banyuwangi), dan Nia Anggraini (Surabaya). Hasil karya mereka dipresentasikan dalam showcase pada 19–20 September 2025.
Di sisi lain, Main Performance menghadirkan koreografer senior Hartati dari Jakarta dalam format lecture performance, serta Ari Ersandi dari Lampung. Keduanya juga membuka workshop untuk berbagi pengalaman artistik dengan generasi baru.
Baca Juga: Arah Langkah Kolektif Unesa Gelar Pameran Seni Rupa "Reunification" di Galeri Prabangkara
Program Residensi Reset Artistik mempertemukan seniman dari Surabaya, Madiun, Malang, hingga Tulungagung.
Para peserta mengeksplorasi praktik artistik dalam festival, lalu merefleksikannya dengan pengalaman lokal, sehingga dapat memperkaya perkembangan seni di komunitas masing-masing.
Direktur Sawung Dance, Sekar Alit, menjelaskan bahwa pemilihan tema “Tremor” merupakan refleksi atas situasi zaman.
Baca Juga: Sebanyak 63 Pelaku Usaha Jawa Timur Jajaki Misi Dagang dengan Sumatera Barat
“Festival ini sejak awal kami rancang bukan sekadar perayaan tari, tetapi ruang untuk tumbuh bersama. Tema tahun ini ingin menegaskan bahwa tubuh adalah medium paling jujur dalam merespons gejolak sosial, politik, maupun ekologis,” ujarnya.
Dengan menghadirkan seniman muda hingga koreografer senior, Sawung Dance Festival 2025 menjadi titik temu yang menyoroti tubuh sebagai bahasa universal: menggugah kesadaran kolektif, menelusuri batas antara stabilitas dan keruntuhan, kedekatan dan keterasingan, keheningan dan ledakan. (red)
Editor : Elis