JAKARTA - Bayangkan membeli sesuatu yang tak bisa digunakan, lalu hilang begitu saja tanpa penjelasan. Itulah yang kini tengah disorot oleh Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PAN, Okta Kumala Dewi, terkait praktik hangusnya kuota internet pelanggan di Indonesia.
Temuan dari Indonesian Audit Watch (IAW) mengungkap fakta mencengangkan: potensi kerugian negara akibat kuota internet yang hangus tanpa pertanggungjawaban bisa mencapai Rp63 triliun setiap tahun. Dan angka itu bukan asumsi semata melainkan cerminan dari sebuah sistem yang selama ini berjalan diam-diam, tanpa transparansi.
Baca Juga: Aksi Damai Tolak UU TNI, Warga Dirikan Tenda di Depan Gedung DPR Namun Dibubarkan Paksa
“Saya sangat prihatin. Kuota internet itu dibeli dengan uang, artinya itu hak masyarakat. Tidak bisa begitu saja hilang tanpa jejak,” kata Okta kepada wartawan, Sabtu (7/6/2025).
Ia menilai bahwa praktik ini bukan sekadar urusan teknis antar-operator, tapi soal akuntabilitas publik dan keadilan bagi konsumen digital. Karena itu, ia mendorong pemerintah terutama Kemkomdigi dan Kementerian BUMN untuk tidak tinggal diam.
Lebih jauh, legislator dari Banten III itu menegaskan perlunya audit total terhadap sistem pengelolaan kuota oleh penyedia layanan, khususnya operator yang berada di bawah payung BUMN.
“Masyarakat perlu tahu ke mana perginya kuota yang tak terpakai. Jangan-jangan ini sudah menjadi praktik lama yang dibiarkan karena dianggap sepele,” ujarnya.
Baca Juga: Puan Maharani Singgung Soal Pengawasan Bencana, Harga Pangan, dan Infrastruktur Jelang Idul Fitri
Okta bahkan menyebut praktik hangusnya kuota ini bisa jadi telah berlangsung sejak 2009. Jika itu benar, maka selama lebih dari satu dekade, negara bisa saja kehilangan ratusan triliun rupiah hanya karena model bisnis yang tidak transparan. Maka, menurutnya, ini bukan lagi kelalaian biasa.
“Saya minta BPK dan KPK turun tangan. Kalau nilainya sampai puluhan triliun per tahun, maka ini sudah masuk kategori potensi penyimpangan sistemik,” tegasnya.
Sebagai solusi, Okta mendorong kewajiban fitur rollover kuota bagi semua operator. Dengan fitur ini, sisa kuota yang tidak digunakan dapat dialihkan ke bulan berikutnya, alih-alih hangus begitu saja.
“Rollover kuota itu sederhana, tapi adil. Kenapa harus rugi dua kali, sudah bayar tapi tidak bisa pakai,” tambahnya.
Komisi I DPR, lanjut Okta, akan memasukkan isu ini sebagai bagian dari pengawasan sektor digital nasional. Sebab di era teknologi yang terus bergerak cepat, perlindungan konsumen digital tak bisa lagi ditunda. (red)
Editor : Fudai