Dinas Kesehatan Buleleng Evaluasi Program HIV, Fokus pada Capaian dan Tantangan ke Depan

Reporter : Fudai

BULELENG - Pagi itu aula pertemuan Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng dipenuhi oleh para tenaga kesehatan, aktivis LSM, dan perwakilan fasilitas layanan Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan (PDP) HIV, tepatnya pada Selasa (20/5)

Mereka datang dari berbagai penjuru wilayah Buleleng, berkumpul dalam satu misi yakni mengevaluasi dan merencanakan langkah strategis ke depan dalam penanggulangan HIV/AIDS.

Baca juga: Buleleng Masuk Zona Merah Narkoba, BNNK Dorong Desa Buat Perdes dan Perarem

Melalui agenda bertajuk Quarterly Meeting of COC/SUFA at District, pertemuan tersebut menjadi wadah untuk membedah data, mengulas tantangan, dan merancang strategi untuk memperkuat Program HIV, serta Program Indonesia Sehat (PIS). Kegiatan ini diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Buleleng, khususnya dari bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2) Program HIV.

Perwakilan dari tiga lembaga swadaya masyarakat turut hadir, yakni Yayasan Gaya Dewata, Yayasan Spirit Paramacitta, dan Yayasan Kerti Praja. Ketiganya selama ini aktif mendampingi masyarakat rentan, memberikan edukasi, layanan dukungan, hingga advokasi bagi Orang dengan HIV (ODHIV).

Membaca Capaian, Menimbang Tantangan

Paparan data yang disampaikan dalam pertemuan tersebut menjadi titik awal diskusi yang intens. Hingga April 2024, jumlah ODHIV di Kabupaten Buleleng yang telah mengetahui status HIV mereka tercatat sebanyak 1.815 orang, atau 70 persen dari target 87 persen yang ditetapkan secara nasional. Artinya, masih terdapat gap sebesar 17 persen yang harus dikejar agar deteksi dini bisa lebih optimal.

Lebih menggembirakan, capaian pengobatan menunjukkan hasil cukup signifikan. Sebanyak 1.487 ODHIV atau 82 persen telah mengakses pengobatan antiretroviral (ARV). Angka ini bahkan melebihi target nasional yang berada di angka 60 persen. Namun tantangan muncul di tahap berikutnya.

Saat berbicara tentang keberhasilan pengobatan, parameter utama adalah jumlah ODHIV yang berhasil mencapai supresi virus atau viral load tidak terdeteksi. Dari keseluruhan yang menjalani ARV, hanya 626 orang atau sekitar 42 persen yang hasil viral load-nya tersupresi. Padahal, target nasional untuk indikator ini adalah 75 persen.

Angka itu menyiratkan pekerjaan rumah besar. Meski pengobatan sudah diakses, faktor-faktor seperti keteraturan konsumsi ARV, pemahaman pasien terhadap terapi, dan akses terhadap pemeriksaan viral load berkala menjadi kunci keberhasilan yang masih perlu diperkuat.

Menyiapkan Strategi, Merancang Masa Depan

Tak sekadar berbagi angka, forum juga menjadi ruang refleksi. Apa yang menyebabkan masih rendahnya capaian supresi virus dan Bagaimana menjangkau ODHIV yang belum terdeteksi, serta strategi apa yang dapat diambil untuk memastikan pasien tetap berada dalam jalur pengobatan hingga tuntas.

Para peserta, mulai dari petugas faskes hingga pegiat komunitas, saling bertukar pengalaman. Diskusi berlangsung dinamis, membahas hambatan di lapangan, dari keterbatasan sumber daya, stigma sosial, hingga minimnya pemahaman pasien terhadap pentingnya terapi berkelanjutan.

Di sisi lain, berbagai inovasi juga dibahas, seperti pendekatan berbasis komunitas, layanan jemput bola, serta pemanfaatan teknologi informasi dalam pelacakan dan pendampingan pasien.

“Pertemuan ini penting sebagai ruang bersama untuk merumuskan langkah strategis ke depan,” ungkap salah satu peserta dari layanan PDP.

“Bukan hanya sekadar memenuhi target angka, tapi bagaimana kita benar-benar menyentuh kebutuhan nyata masyarakat,” imbuhnya.

Harapan di Semester Berikutnya

Dari forum ini lahir semangat kolektif untuk menyusun rencana kegiatan yang lebih terarah pada semester berikutnya. Pendekatan lintas sektor, kolaborasi dengan LSM, serta integrasi dengan program lain seperti PIS diharapkan mampu meningkatkan efektivitas program secara menyeluruh.

Dinas Kesehatan Buleleng menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat koordinasi lintas pemangku kepentingan, termasuk dengan organisasi masyarakat sipil yang selama ini menjadi garda terdepan dalam pendampingan komunitas.

Harapannya, program yang dirancang tak hanya berbasis data, tapi juga berpijak pada realitas sosial dan kebutuhan lapangan.

Pada akhirnya, angka-angka yang dipaparkan dalam pertemuan ini bukan sekadar statistik. Di baliknya ada cerita tentang perjuangan, ketekunan, dan harapan, bahwa setiap ODHIV bisa mengetahui statusnya, mengakses pengobatan, dan hidup sehat tanpa diskriminasi. (red)

 

Editor : Fudai

Peristiwa
10 Berita Teratas Pekan Ini
Berita Terbaru