SURABAYA | ARTIK.ID - Ludruk merupakan salah satu seni tradisional Jawa Timur yang kini terancam punah. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti perkembangan zaman yang semakin modern, serta minimnya regenerasi pemain.
Pada masa lalu, Ludruk merupakan seni yang sangat diminati masyarakat. Pementasan Ludruk dengan berbagai lakonnya, seperti Sarip Tambak Oso, selalu menarik perhatian penonton. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, Ludruk semakin jarang dipentaskan.
Baca Juga: Komisi B DPRD Kota Surabaya Tinjau Lokasi Tukar Guling Aset Pemkot dengan PT MCA dan PT SMI
Seniman Ludruk Surabaya, Noniati baru-baru ini mengatakan, pementasan Ludruk di Surabaya saat ini mengandalkan dari ajakan Dinas Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disbudporapar) Kota Surabaya.
"Kita menyampaikan terimakasih kepada Pemkot Surabaya karena akhir-akhir ini grup-grup ludruk mengisi bergiliran acara sedekah bumi di Surabaya Barat. Tapi menunggu gilirannya lama, setahun sekali, paling banyak 2 kali," ujarnya.
Noniati menuturkan, sebenarnya sampai di era 90-an akhir, Ludruk masih pentas secara reguler hampir tiap hari di gedung kesenian THR Surabaya. Bahkan Kelompok Ludruk Irama Budaya, melakukan pementasan di gedung permanen di kawasan Pulo Wonokromo.
"Kelompok-kelompok Ludruk di Surabaya saat ini kondisinya cukup memprihatinkan. Sehingga butuh kepedulian pihak-pihak terkait. Kalau menggandalkan tanggapan jarang," ujar istri almarhum seniman Ludruk Cak Lupus tersebut.
Menurut Noniati Noniati, kelompok Ludruk di Surabaya yang mempunyai Tanda Daftar Kesenian (TDK) banyak yang tercatat di Disbudporapar. Namun, banyak juga yang mati suri.
"Mereka kekurangan anggota bahkan tidak punya anggota. Sehingga harus nyomot sana sini saat pentas. Boleh dibilang kolaborasi dengan grup lain," ungkapnya.
Meski di tengah himpitan arus modernisasi, kelompok Ludruk di Surabaya tidak patah semangat agar tetap eksis. Salah satu caranya dengan melakukan regenerasi.
Baca Juga: Anas Karno Peringati Isra Mi'raj Bareng Warga Kampung Kranggan Margorejo
"Pemain ludruk senior sudah semakin berkurang, makanya kita meregenerasi. Di Arboyo pemain ludruk sampai pengrawitnya, ada yang anak SD, SMP, SMA dan Mahasiswa. Demikian pula di Ludruk Putra Taman Hira, itu mayoritas pemainnya masih muda-muda," terang Noniati.
Terkait hal itu, Legislator Fraksi PDIP Surabaya Anas Karno angkat bicara. Dirinya mendorong agar kesenian Ludruk di Surabaya tidak punah.
"Ludruk merupakan kesenian yang berakar pada kearifan budaya lokal. Di masa pemerintahan kolonial Ludruk menjadi sarana perjuangan aspirasi rakyat, lewat parikan-parikan dan lakon yang dipentaskan," terangnya.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya tersebut, mengapresiasi regenerasi yang dilakukan kelompok-kelompok Ludruk di Surabaya agar tetap eksis.
Baca Juga: Anas Karno Dukung Pemkot Surabaya Perangi Kebocoran PAD dengan Parkir Non Tunai
"Dengan pementasan yang menampilkan anak-anak muda dan gaya anak muda, bisa menarik minat generasi muda, untuk melihat pementasan Ludruk," jelasnya.
Anas juga berharap dukungan penuh berbagai pihak untuk melestarikan dan mengembangkan kesenian Ludruk di Surabaya.
"Kalau nantinya kawasan THR selesai di revitalisasi, saya berharap Ludruk bisa pentas reguler di lokasi tersebut," pungkasnya.
(ara)
Editor : Fuart