KLATEN | ARTIK.ID - Menempati posisi strategis di jantung Kota Klaten, Stasiun Klaten berdiri kokoh sebagai saksi bisu perjalanan panjang sejarah perkeretaapian di Indonesia. Dibangun pada tahun 1871 oleh Pengusaha Swasta, Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM), stasiun ini menjadi bagian integral dari jalur kereta api pertama yang menghubungkan Semarang dengan Vorstenlanden (Solo-Yogyakarta).
Stasiun ini merupakan salah satu bagian dari jalur kereta api pertama antara Semarang-Vorstenlanden (Solo-Jogja) dan termasuk dalam tahap pembangunan Solo-Jogja. Stasiun kereta api kelas I ini terletak di Tonggalan, Klaten Tengah, Jawa Tengah, dan berada di ketinggian +151 meter di atas permukaan laut. Stasiun Klaten dikelola oleh KAI Daerah Operasi (Daop) 6 Yogyakarta.
Baca Juga: KA Blambangan Ekspres Menjadi Kereta dengan Rute Terpanjang, Okupansi Naik 57 Persen
Stasiun ini diberi nama Station Klatten, bersamaan dengan pembukaan jalur Ceper-Klaten. Kini, bangunan tersebut telah berusia 153 tahun. Pada awal operasinya, bangunan stasiun ini masih sederhana dengan atap model pelana, pintu besar, dan jendela krapyak. Di sisi peron stasiun terdapat teritisan atap panjang, sementara bangunan toilet terpisah di sisi timur stasiun.
Stasiun Klaten dibangun untuk mendukung perkembangan ekonomi wilayah ini, terutama di bidang industri perkebunan, khususnya gula. Pada masa itu, gula merupakan komoditas ekspor penting bagi Hindia Belanda, terutama untuk pasar Eropa. Bahkan, Hindia Belanda menjadi salah satu daerah pengekspor gula terbesar di dunia.
FOTO: VP Public Relations KAI
Pada awal operasinya, Stasiun Klaten melayani enam perhentian kereta api, yakni dua perjalanan pulang-pergi Solo-Yogyakarta dan satu perjalanan pulang-pergi Semarang-Yogyakarta. Perjalanan dari Klaten ke Solo memakan waktu sekitar 45 menit, sedangkan perjalanan dari Klaten ke Yogyakarta memakan waktu sekitar setengah jam.
Pada awal abad ke-19, NISM melakukan perbaikan stasiun-stasiun di jalur Semarang-Solo-Yogyakarta, termasuk Stasiun Klaten yang direnovasi sekitar tahun 1903. Bangunan stasiun diperpanjang dengan fasad tengah yang lebih tinggi. Overkaping juga ditambahkan di sisi peron, serta dibangun gudang di sisi timur stasiun.
Baca Juga: KAI Daop 3 Cirebon Gelar Pengobatan Gratis dengan Rail Clinic di Ketanggungan
Tahun 1990, Stasiun Klaten kembali direnovasi. Atap bangunan tengah stasiun yang semula berbentuk pelana diubah menjadi atap prisma, dan beberapa ruang ditata ulang dengan fungsi baru.
Stasiun Klaten, yang memiliki sejarah sejak zaman Hindia Belanda, awalnya memiliki enam jalur kereta api. Pada mulanya, jalur 1 adalah sepur lurus. Setelah jalur ganda ruas Srowot–Ketandan dioperasikan pada tahun 2001 dan ruas Brambanan–Delanggu pada 15 Desember 2003, jalur 1 menjadi sepur lurus arah Yogyakarta, sedangkan jalur 2 menjadi sepur lurus arah Solo, jalur 3 menjadi pemberhentian kereta api antarkota, aglomerasi, Commuter Line Yogyakarta, dan KA BIAS, serta jalur 4, 5, dan 6 menjadi jalur stabling KRL.
Kini, wajah Stasiun Klaten tetap kokoh dan semakin bagus dengan perawatan yang dilakukan serta penambahan berbagai fasilitas untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum (SPM). Stasiun Klaten sekarang tidak hanya melayani penumpang KA jarak jauh dan KA Aglomerasi, tetapi juga penumpang KA Commuter.
Dari tahun ke tahun, jumlah penumpang di Stasiun Klaten meningkat pesat. Pada 2022, penumpang KA jarak jauh yang naik turun di stasiun ini mencapai 442.470 penumpang. Pada tahun 2023, jumlah penumpang meningkat menjadi 593.408 penumpang KA jarak jauh yang naik dan turun di Stasiun Klaten.
Baca Juga: Tiket Murah Pasca Libur Sekolah, KAI Hadirkan Promo Juli Lebih Hemat 'Juleha'
Pada tahun 2024, per bulan Juni ini, jumlah penumpang di Stasiun Klaten sudah mencapai 362.884 penumpang KA jarak jauh yang naik dan turun, dan jumlah ini diprediksi terus meningkat hingga akhir tahun.
VP Public Relations KAI, Anne Purba, mengatakan bahwa kondisi Stasiun Klaten saat ini sangat terawat dengan baik, dan keaslian bangunannya masih utuh hingga saat ini.
"Stasiun peninggalan Belanda yang masih aktif dan terawat ini merupakan bukti sejarah yang hidup, menghubungkan masa lalu dengan masa kini dengan fungsionalitasnya yang tetap terjaga. Hal ini juga menjadi bukti nyata bahwa KAI konsisten dalam memelihara serta merawat bangunan bersejarah dengan baik," ungkap Anne.
Editor : Fudai