JAKARTA - Sudah sekian tahun Indonesia menunggu datangnya Jet Tempur Sukhoi Su-35 dari Rusia, namun sejauh ini pula kehadarin pesawat tersebut belum kunjung tiba.
Su-35 digadang-gadang sebagai pengganti F-5 Tiger II Indonesia yang sudah dipensiunkan. Su-35 bisa jadi unsur Air Superiority paling dominan TNI AU.
Baca juga: Rusia Berhak Mengambil Semua Tindakan untuk Menetralisir Ancaman dari Ukraina
RI dan Rusia dilaporkan sudah sedang membahas akuisisi jet tempur Sukhoi Su-35. Namun beberapa kali mandek. Dikutip dari TASS, Juru bicara Biro Federal Rusia untuk Kerjasama Teknis Militer Valeria Reshetnikova mengatakan pengadaan 11 jet tempur Su-35 ke Indonesia memang mengundang perhatian negara lain.
AS bahkan telah mengancam dengan sanksi Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) kepada Indonesia, bila RI tetap nekat membeli Su-35. AS disinyalir tak mau Indonesia memiliki Su-35. Sebab, Su-35 bisa merusak pasaran dan hegemoni F-35 Singapura serta Australia.
"Sejak awal, proyek penyediaan 11 jet tempur multiperan Su-35 ke Jakarta telah menarik perhatian masyarakat dunia," kata Reshetnikova.
AS bisa menjatuhkan sanksi CAATSA pada negara-negara yang membeli alat militer dari musuh Amerika, mereka umumnya adalah Rusia, Iran, dan Korea Utara. Negara yang sudah tmenerima sanksi CAATSA akan diembargo oleh Amerika Serikat.
Diketahui, UU CAATSA ini disahkan oleh Donald Trump saat menjabat sebagai presiden AS pada 2 Agustus 2017.
CAATSA Rusak Bisnis Senjata.
Bagi Dubes Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva, awal 2020 mengatakan, CAATSA merupakan langkah tak fair dalam dunia bisnis senjata. Bilamana mengharuskan negara lain menolak mendapatkan senjata dari Rusia dan beralih ke Washington.
"Tentu saja persaingan tidak adil yang melanggar aturan dan norma bisnis yang transparan dan sah," tambahnya seperti dikutip dari Bloomberg.
Mengingat Indonesia merupakan negara sekutu militer Rusia, hal ini sebagaimana ditegaskan mantan Dubes Rusia untuk Indonesia Mikhail Galuzin.
Sebagai negara sekutu, menurut dia, Rusia tentunya memperbolehkan Indonesia memiliki Su-35 tanpa syarat politik apapun seperti yang dilakukan oleh AS. Syarat politik yang dimaksud bisa berupa ancaman embargo, embel-embel HAM dan lain sebagainya.
Sehingga bila Su-35 berhasil didatangkan Indonesia, dia menyebut akan menguntungkan kedua negara.
"Kerja sama ini menunjukkan bahwa Rusia siap menjadi sekutu militer yang bisa diandalkan Indonesia. Kami tidak menerapkan syarat-syarat politik tertentu untuk penjualan pesawat tempur ini (Su-35), tidak seperti negara lain yang tentu Anda sudah tahu siapa," kata Galuzin seperti dikutip dari Antara beberapa waktu silam.
"Kesepakatan pembelian senjata ini menunjukkan kepada publik Indonesia bahwa Rusia adalah sekutu yang bekerja sama dengan prinsip saling menghormati tanpa melibatkan persoalan politik," kata Galuzin.
Indonesia Merasa Tak Terancam
Wakil Duta Besar Rusia untuk indonesia, Oleg V Kopylov, membenarkan bila beberapa negara mencoba mengancam agar Indonesia tak jadi membeli pesawat perang tersebut. Namun ia tidak berterus terang siapa saja negara pengancam itu.
"Indonesia tetap berkeinginan untuk melanjutkan kontrak pembelian Sukhoi meski beberapa negara mencoba mengancam Indonesia. Tapi Indonesia tak merasa terancam, ini sangat bagus," kata Kopylov dalam jumpa pers di kantornya, dikutip dari TASS.
Kopylov menjelaskan teken kontrak pembelian jet tempur senilai Rp16,75 triliun itu masih terus berlanjut. Sehinga pihaknya menyatakan kesiapannya
mengirimkan pesawat itu ke Indonesia.
Baca juga: Jika Terus Pasok Senjata ke Ukraina, Putin Ancam akan Serang AS
Dikatakan, keputusan berlanjutnya kontrak pembelian Su-35 ini ada di tangan Indonesia. Walau dia tak menampik kemungkinan penjatuhan sanksi AS terhadap Indonesia menghambat proses pembelian Sukhoi ini.
Disamping itu, Kopylov menjelaskan terdapat banyak dokumen dan hal lain yang perlu disiapkan Indonesia sebelum memiliki dan mengoperasikan Su-35.
Sehinnga lanjut dia, menjadi salah satu alasan proses pembelian memakan waktu panjang.
RI Teguh Lanjutkan Akuisisi
Terkait pembelian Su-35, Akun instagram @forummp pernah menjabarkan bahwa Indonesia akan tetap pada pendiriannya, yakni melanjutkan pembelian
"Indonesia yang kukuh dengan keputusan untuk tetap melakukan pembelian 16 unit Su-35, mendapatkan tekanan dari AS agar Indonesia membeli 24 unit F-16 Viper," tulis @forummp seperti dikutip, Senin 23 Agustus 2021.
"Namun tekanan tersebut tidak memberikan dampak pada keputusan Indonesia. Sehingga akhirnya AS mengalah," tambahnya.
Mengalah dalam arti di sini belum tentu Washington mengizinkan Indonesia memiliki Su-35.
Dilansir dari zonajakarta.com yang meminta konfirmasi langsung kepada TNI AU. Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara (Kadispenau) Marsma TNI Indan Gilang Buldansyah mengaku jika pengadaan jet tempur termasuk Su-35 semuanya menjadi wewenang Kementerian Pertahanan Indonesia.
"Hal tersebut (pengadaan Su-35) juga bisa ditanyakan ke Kemhan," ujar Kadispenau saat ditanya mengenai pembelian jet tempur Flanker E ini.
Baca juga: Terkait Isu Ukraina, Rusia Tepis Tuduhan Nato dan AS
Skadron 14 TNI AU sendiri saat ini sudah siap menyambut datangnya Su-35, tinggal bagaimana Kementerian Pertahanan Indonesia menyelesaikan kesepakatan ini.*
Presiden Indonesia Joko Widodo saat menunggani Su-30 TNI AU, Su-35 juga dikabarkan akan dibeli /Biro Pers Setpres
Su-35 Punya Teknik Manuver Kobra
Sukhoi Su-35 salah satu jet tempur unggulan Rusia dengan fitur dan spesifikasi canggih. Bahkan ada satu keunggulan manuver yang dimiliki Sukhoi Su-35. Sealin kecanggihan lainnya, yakni jet tempur ini memiliki teknik manuver kobra.
Dilansir Aviationweek, teknik manuver kobra disematkan karena saat melakukan aksi ini Su-35 terlihat mirip dengan aksi ular kobra saat merasa terancam. Saat terbang datar, Su-35 bisa dengan cepat mengangkat kepala hingga membentuk sudut 110 derajat dari garis terbangnya semula.
Dengan posisi ini, Su-35 mendapat keuntungan berupa sudut serang dibanding pesawat yang ada di atasnya.
Melansir Airforce Technology, selain manuver kobra, salah satu kelebihan Sukhoi Su-35 punya kapasitas besar dalam membawa misil atau persenjataan.
Beda halnya dengan Jet tempur buatan Amerika Serikat, dan Jet tempur lainnya yang belum bisa melakukan teknik manuver kobra ini.
Sejumlah pihak meyakini jet-jet tersebut akan tiba di Indonesia pada 2019. Namun, belum ada kepastian dari pemerintah Indonesia apakah pembelian pesawat itu dilanjutkan.(roy)
Editor : Fudai