SURABAYA | ARTIK.ID - Kasus kekerasan seksual pada anak oleh anggota keluarganya menjadi perhatian serius kalangan DPRD Surabaya.
Dilansir dari siaran pers, Selasa (24/1) Anas Karno mengatakan dirinya prihatin dan mengecam kasus yang terjadi di Tegalsari tersebut.
Baca Juga: Komisi B DPRD Kota Surabaya Tinjau Lokasi Tukar Guling Aset Pemkot dengan PT MCA dan PT SMI
“Perbuatan ini tidak bisa dinalar oleh akal sehat manusia. Para pelaku sudah selayaknya mendapat hukuman seberat-beratnya,” tegasnya.
Korban berinisial E, siswi SMP berusia 12 tahun, dicabuli oleh ayah, kakak, serta pamannya. Perbuatan keji itu dilakukan di rumah ketika ibu E dirawat akibat stroke ringan.
Sang ibu curiga melihat sikap putrinya seperti mendapat tekanan batin saat merawatnya. E kemudian menceritakan apa yang sudah dialaminya.
Anas Karno meminta Dinas Pemberdayaan, Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Kota Surabaya, segera melakukan pendampingan intensif terhadap korban, untuk memulihkan kondisi psikologisnya.
"Korban pasti mengalami trauma berat setelah mengalami peristiwa ini. Sehingga diperlukan pendampingan yang intensif untuk memulihkan kondisi psikologisnya," jelasnya.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya itu memaparkan, pendampingan oleh Pemkot Surabaya dalam proses hukum terhadap korban juga diperlukan.
"Misalnya ketika korban ini dimintai keterangannya sebagai saksi. Ditengah kondisi psikologis yang labil akibat trauma psikis, tentunya pendampingan itu diperlukan," terang Anas.
Anas Karno juga meminta agar proses belajar korban di sekolah tidak berhenti pasca kejadian.
"Karenanya pendampingan terhadap korban ini harus komprehensif. Mulai dari pendampingan psikologisnya, pendampingan saat proses hukum, sampai kegiatan belajarnya," pungkasnya.
Baca Juga: Anas Karno Peringati Isra Mi'raj Bareng Warga Kampung Kranggan Margorejo
Sementara itu Kepala Dinas DP3A-PPKB Ida Widayanti mengatakan pihak sudah mengamankan korban di rumah singgah.
"Kita jaga selama 24 jam oleh konselor, dan linmas perempuan. Kalau diperlukan terapi oleh konselor profesional kita punya. Ini untuk memonitor perkembangan korban yang masih di bawah umur," ujarnya.
Lebih lanjut Ida mengatakan selama menjalani masa pemulihan di rumah singgah, korban juga diberikan kegiatan fisik.
"Seperti memasak, membuat kue, mengaji dan olahraga beladiri karate," imbuhnya.
Ida kembali mengatakan, pendampingan juga terus dilakukan saat korban menjalani proses hukum.
Baca Juga: Anas Karno Dukung Pemkot Surabaya Perangi Kebocoran PAD dengan Parkir Non Tunai
"Kita terus dampingi. Bahkan sampai proses hukum selesai. Kalau anaknya masih harus tinggal di rumah singgah, tetap kita rehabilitasi sampai bisa kembali ke lingkungannya," jelasnya.
Begitu pula saat menjalani pembelajaran di sekolah. Namun Ida berharap korban bisa sekolah di dekat rumah singgah. Asalkan korban mau, pihaknya tidak memaksa.
Menurut Ida korban mengalami trauma psikis yang berat, karena pelaku asusila terhadap dirinya adalah orang-orang terdekatnya.
"Korban memendam peristiwa yang dialaminya sejak SD. Korban membutuhkan keberanian yang luar biasa saat menceritakan ke ibunya. Dia takut ibunya kenapa-kenapa. Tapi untung saja ibunya mendukungnya," pungkasnya.
(red)
Editor : Fuart