SURABAYA | ARTIK.ID - Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) telah menetapkan besaran upah minimum kabupaten dan kota (UMK) tahun 2024 dalam Surat Keputusan Gubernur Jatim.
Dari SK Gubernur tersebut diketahui bahwa UMK Surabaya mengalami kenaikan tertinggi dibanding daerah-daerah lainnya yang ada di wilayah Ring I ataupun di Ring II.
Baca Juga: Gerakan Aspirasi Surabaya(GAS) Prihatin dengan Taman Tak Terawat dan Parkir Liar di Surabaya
UMK Surabaya tahun 2024 mencapai Rp 4.725.479, naik sebesar Rp 200.000 dari Rp 4.525.479 pada tahun 2023.
Kenaikan UMK Surabaya tersebut lebih tinggi dari kenaikan UMK di wilayah Ring I lainnya, seperti UMK Kabupaten Gresik yang naik menjadi Rp 4.642.031 dari Rp 4.522.030.
Serta UMK Kabupaten Sidoarjo yang naik menjadi Rp 4.638.582 dari Rp 4.518.581, UMK Kabupaten Pasuruan yang naik menjadi Rp 4.635.133 dari Rp 4.515.133, dan UMK Kabupaten Mojokerto yang naik menjadi Rp 4.624.787 dari Rp 4.504.787.
Menanggapi keputusan tersebut, Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto mengatakan bahwa kenaikan UMK di Jatim tahun 2024 terbilang cukup tinggi.
Baca Juga: Jawa Timur Terdepan dalam Tata Kelola Pemerintahan Hngga Penurunan Kemiskinan
"Melihat situasi perekonomian yang tengah merangkak, sebenarnya keputusan tersebut terbilang cukup tinggi. Namun karena sudah diputuskan, pengusaha akan berusaha bisa memenuhi itu," ujar Adik Dwi Putranto, Senin (4/12/2023).
Adik mengatakan, tidak semua pengusaha memiliki kemampuan untuk menaikkan UMK sebesar itu. Ada perusahaan yang memang belum mampu. Sehingga pengusaha dan pekerja harus saling memahami dan mengerti.
"Hal itu ada mekanismenya sendiri, utamanya kesepakatan dengan pekerja harus ditempuh. Harapan kami kedua belah pihak harus saling memahami situasi perekonomian. Kalau pekerja memaksakan, maka tidak bisa berjalan bersama, tidak bisa bergerak bersama untuk meningkatkan kinerja perusahaan," paparnya.
Baca Juga: Hasil survei, Emak Tidak Mampu Kejar Bunda, Unggul Dua Kali Lipat di Pilgub Jatim 2024
Adik menegaskan, pihaknya sebenarnya telah meminta untuk tidak menaikkan UMK di wilayah Ring I karena dinilai sudah cukup tinggi dibanding daerah lain. Hal ini dinilai akan memberikan dampak negatif terhadap tingginya biaya produksi dan daya saing industri di wilayah tersebut.
"Juga akan tambah memperparah gap atau ketimpangan UMK daerah Ring I dengan Ring lI, padahal mekanisme kenaikan ini dimaksudkan untuk mengurangi gap tersebut. Tetapi karena sudah diputuskan apa boleh buat, kita harus menerima tetapi ada mekanisme keberatan jika ada pengusaha tidak mampu," pungkasnya.
(red)
Editor : Fuart