Mantan Kejari Trenggalek Dilaporkan ke Presiden

SURABAYA – Kejaksaan Negeri Trenggalek era kepemimpinan Lulus Mustafa, dilaporkan ke Presiden, Menko Polhukam, Jaksa Agung dan Komnas HAM. Lulus Mustafa, dilaporkan karena memenjarakan wartawan Senior Surabaya Tatang Istiawan dengan UU Korupsi tanpa bukti adanya Kerugian Keuangan Negara. Perbuatannya patut diduga masuk bermain kasus berbuntut perampasan kemerdekaan pendiri sebuah harian di Surabaya.

Raditya M. Khadaffi, kuasa hukum Tatang dalam keterangannya tertulisnya, menegaskan kliennya secara dejure dan defacto, hanya melakukan perjanjian kerjasama dengan Plt Dirut PDAU Trenggalek Drs. Gathot Purwanto.

Baca Juga: Awal 2022, Trenggalek Dilanda Banjir dan Tanah Longsor di Beberapa Titik

Aturan hukum positifnya, perjanjian kerjasama diwadahi dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Bunyi lengkap pasal ini yakni “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya"

"Nah, klien saya kecantol di Trenggalek ya satu kejadian itu. Anehnya Sdr Lulus Mustafa, mendakwa klien saya melanggar 3 Permendagri tentang pengadaan barang dan jasa. Padahal klien saya ini pihak swasta, yang diajak Sdr. Gathot. Ditambah lagi, aturan Permendagri yang dipakai Sdr Lulus dalam mendakwa klien saya, sudah tidak berlaku lagi. Dan itu sudah terbukti di dalam persidangan di Pengadilan Tipikor," tambah Raditya.

"Teman-teman bisa cek ke Pemkab Trenggalek, Kejari Trenggalek dan panitera PN Tipikor, pada tahun 2008 tak pernah ada panitia pengadaan barang dan jasa mesin cetak. Bahkan di Pengadilan Tipikor, dakwaan tersebut sudah dibatalkan. Anehnya lagi kongsi bisnis klien saya, yakni Sdr. Gathot justru oleh jaksa tidak didakwa panitia lelang mesin, tapi suap anggota DPRD. Luar biasa permainan kasus ini. Silakan konfirmasi. Saya bertanggungjawab atas pernyataan ini," tegas Raditya.

Hal janggal lagi, eks Kejari Trenggalek sdr Lulus Mustafa, ungkap Raditya, mendakwa klien saya merugikan negara Rp 7,4 miliar?

"Dari fakta baru atau novum), uang Rp 7,4 miliar itu justru hasil colongan eks Bupati Trenggalek Drs. Suharto, dengan modus memalsu SK pegawai. Ini plintiran eks Kajari yang digunakan menahan klien saya. Plintiran yang saya anggap melanggar hukum," Advokat Raditya menegaskan.

Baca Juga: Seorang Pria Trenggalek Ditemukan Tewas di Pinggir Jalan

Menurut Raditya setelah ia menemukan fakta baru vonis eks Bupati Trenggalek Drs. Suharto, ia mengajak timnya ke DPRD dan Sekda Kabupaten Trenggalek. "Ternyata pada tahun 2008, DPRD Kabupaten Trenggalek tidak pernah mengeluarkan dan menetapkan sumber dana APBD Rp 7,4 miliar untuk pembiayaan penyertaan modal usaha grafika dengan klien saya. Teman teman bisa cek sendiri ke DPRD dan Sekda Kabupaten Trenggalek," tambah Raditya.

Kini ia sedang memperjuangkan keadilan substantif kliennya. Apalagi didukung fakta baru putusan Mahkamah Agung Nomor 3572 K/Pid.Sus/2020 tanggal 9 November 2020 terhadap eks Bupati Trenggalek periode 2005-2010 Drs. H. Soeharto.

"Dapat saya tegaskan tudingan turut serta korupsi terhadap klien saya yaitu merugikan keuangan negara menggunakan dana APBD Kabupaten Trenggalek Tahun 2008 sebesar Rp 7,4 miliar, tidak pernah ada dan memang tidak ada," tegasnya.

Raditya menambahkan dengan temuan fakta baru tersebut, penahanan terhadap kliennya jelas tidak memperhatikan batas-batas kemanusiaan yaitu hak asasi manusia (HAM).

Menurut Raditya, oknum jaksa tersebut melakukan penahanan terhadap kliennya, diduga tidak mentaati prinsip proporsionalitas dan nesessity (kebutuhan). Justru dalam kasus kliennya, oknum jaksa tsb jelas mengabaikan peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk melindungi hak asasi setiap manusia secara adil tanpa diskriminasi.

Raditya dalam laporannya mohon Komnas HAM menurunkan tim investigasi ke Pemkab Trenggalek, DPRD Trenggalek, Kajari Trenggalek, BPKP Jatim, PN Tipikor Surabaya. (**)

Editor : LANI