JAKARTA | ARTIK.ID - Badan Penyelesaian Sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (DSB WTO) pada 30 Mei resmi membentuk panel sengketa antara Indonesia dengan Uni Eropa terkait kebijakan pengenaan bea masuk dan bea anti dumping EU terhadap produk baja Indonesia.
Produk baja Indonesia yang terkena dampak kebijakan EU tersebut meliputi kawat baja, batang baja, dan lembaran baja.
Menurut Indonesia, kebijakan EU itu tidak adil dan diskriminatif karena didasarkan pada metodologi yang tidak sesuai dengan praktik WTO.
Indonesia juga mengklaim bahwa kebijakan EU telah merugikan industri baja nasional dan mengancam lapangan kerja ribuan pekerja.
Oleh karena itu, Indonesia berharap panel sengketa dapat memeriksa dan menilai kepatuhan EU terhadap peraturan WTO.
Deputi Wakil Tetap II RI untuk WTO Dandy Satria Iswara mengatakan bahwa Indonesia telah berupaya untuk menyelesaikan perselisihan ini secara damai melalui konsultasi dengan EU.
Namun, konsultasi yang dilakukan pada 13 Maret 2023 tidak menghasilkan kesepakatan apapun.
"Indonesia berkomitmen untuk mempertahankan hak dan kepentingan nasionalnya dalam sistem perdagangan multilateral. Kami berharap panel sengketa dapat memberikan rekomendasi yang adil dan objektif untuk menyelesaikan perselisihan ini," kata Dandy.
Sementara itu, EU menegaskan bahwa kebijakannya telah sesuai dengan peraturan WTO dan bertujuan untuk melindungi industri baja domestiknya dari praktik perdagangan yang tidak sehat.
EU juga menyatakan kesiapan untuk berdiskusi dengan Indonesia mengenai pengaturan sementara timbal balik selama Badan Banding WTO tidak berfungsi.
Pembentukan panel sengketa ini menarik perhatian banyak anggota WTO lainnya. Sebanyak 14 anggota WTO telah menyatakan keinginan untuk menjadi pihak ketiga sengketa pada ini.
Mereka adalah Amerika Serikat, Argentina, Brazil, Kanada, China, India, Jepang, Korea Selatan, Meksiko, Norwegia, Rusia, Taiwan, Turki, dan Vietnam.