SURABAYA | ARTIK.ID - Komisi A DPRD Kota Surabaya gelar Hearing atau Rapat Dengar Pendapat (RDP), terkait pencaplokan tanah warga Kalijudan oleh PT Babatan Kusuma, Senin (26/09/2022).
Dalam RDP tersebut Anggota Komisi A, Imam Syafi’i mempertanyakan soal prosedur, terkait warga yang meminta membuka buku tanah di kelurahan itu sangat susah.
Baca Juga: Muhammad Syaifuddin, Anggota Komisi A DPRD kota Surabaya, Soroti Peran Penting Perda Ekonomi Kreatif
"Ya prosedurnya itu kok susah, warga minta buka buku tanah kok tidak bisa, apa harus minta izin Wali Kota dulu, ini penting bagi kami, kalau memang begitu biar kita diskusikan dengan bagian hukum," ujar Imam Syafi’i.
Sebab, dikatakan Imam Syafi’i, jika yang minta membuka buku tanah itu mavia tanah bisa, sedangkan bila yang minta itu warga susah sekali.
"Jadi banyak persoalan tanah tidak selesai di Masyarakar itu karena tadi itu, masak semuanya harus dibawa ke sini, itu kelamaan, padahal katanya Pak Wali Kota, persoalan tanah itu cukup datang ke kelurahan kemudian pulang membawa silusi," kata Imam Syafi’i.
Pada sesi wawancara, Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya, Hajah Pertiwi Ayu Krisna mengatakan, Komisi A dalam hal ini mendapat permohonan Hearing terkait persoalan tanah warga Kalijudan.
Menurut Hajah Pertiwi, sebenarnya tanah yang dipersoalkan itu telah tercaplok oleh PT Babatan Kusuma.
Baca Juga: Rapat Paripurna DPRD Kota Surabaya Meminta Hasil Audit YKP
"Jadi PT Babatan Kusuma ini mencaplok tanah tersebut atas dasar pembelian, sedangkan pemilik tanah tidak pernah merasa melakukan penjualan tanah tersebut," papar Hajah Pertiwi.
Namun tiba-tiba, menurut Hajah Pertiwi, sudah ada penjual yang mengatas namakan 7 orang, sementara 7 orang itu juga tidak merasa memiliki tanah itu.
"Kita tanya pada 7 orang itu dan mereka tidak merasa punya tanah tersebut, dari alurnya yang seperti itu, jangan-jangan ini adalah rekayasa mavia tanah," ungkap Hajah Pertiwi.
Baca Juga: M.saifuddin anggota komisi A DPRD kota Surabaya, Tancap Gas menjaring aspirasi masyarakat.
Dikatakan Hajah Pertiwi, memang pemilik tanah itu sudah tidak ada, namun anaknya atau ahli warianya masih ada.
"Jadi seperti itu ya, ahli warisnya itu masih ada dan tidak pernah merasa menjual tanah warisan itu," pungkas Hajah Pertiwi.
(fdy)
Editor : Fuart