SURABAYA | ARTIK.ID - Penyelenggaraan Negara dan pemerintahan Indonesia saat ini jatuh ke tangan rezim "senyawa oligarki politik dan pemburu rente”. Rezim yang berkarakteristik haus kekuasaan dan serakah mengakumulasi kekayaan pribadi.
Dampaknya membuat Indonesia menjadi objek eksploitasi oleh rezim kapitalisme global (1998-2013), dan Cina (2014–sekarang) yang skema operasinya memanfaatkan kekuatan negara adidaya dan lembaga keuangan internasional sebagai proxy.
Perjalanan bangsa dan Negara Indonesia menjadi semakin jauh dari cita-cita kemerdekaannya. Kondisi Indonesia jatuh ke jurang krisis multi dimensi.
Mentalitas dan moralitas bangsa semakin jauh dari nilai-nilai luhur kepribadian bangsa. Kemiskinan dan keterbelakangan menyelimuti kehidupan sebagian besar rakyat Indonesia.
Kerusakan lingkungan alam terjadi di hampir seluruh wilayah yang potensial memicu bencana besar bagi kehidupan, bukan hanya bagi kehidupan Indonesia melainkan juga bagi kehidupan dunia. Eksistensi bangsa dan negara benar-benar dalam ancaman besar (merusak lingkungan yang bersifat Sunatullah).
Upaya mengantisipasi memburuknya kondisi Indonesia dengan menggunakan pendekatan politik dan ekonomi telah terbukti gagal.
Alternatif pamungkas menggunakan pendekatan kebudayaan, dengan mengedepankan ruang kesadaran (akal sehat) dalam trinitas politik.
Pendekatan kebudayaan terbagi dalam dua strategi: etik dan politik.
Strategi etik, yakni aktualisasi nilai-nilai kenusantaraan sebagai landasan membangun semangat, mental dan moral perjuangan. Strategi politik yakni membangun lapis sosial berlatar kebudayaan sebagai kekuatan sosial-politik dalam upaya mengambil alih pakta dominasi dan menata ulang rezim pemerintahan Indonesia.
Pembentukan lapis sosial baru sebagai kekuatan perubahan besar dan mendasar dilakukan dengan melalui konsolidasi Nusantara.
(kemucing)
Editor : Fuart