SURABAYA - Kasus bunuh diri Novia Widyasari di makam ayahnya di Dusun Sugian, Desa Japan, Kecamatan Suko, Kabupaten Mojokerto berujung pada penetapan Bripda Randy Bagus Hari Sasongko sebagai tersangka. Wakapolda Jatim Brigjen Pol Slamet Hadi Supraptoyo menyampaikan status Bripda Randy sebagai tersangka di Polres Mojokerto, Sabtu (4/12) malam. Bripda Randy disangka melanggar kode etik kepolisian dan pidana umum terkait aborsi.
Dalam rilisnya, Brigjen Slamet mengatakan Bripda Randy dikenai sanksi internal karena statusnya masih anggota Polri saat melanggar hukum. Yang dilanggar adalah pasal 7 dan 11 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011. Sedangkan untuk pidana umum, baru dikenakan pasal aborsi. ”Secara pidana umum, pasal 348 jo 55,” ujarnya.
Baca Juga: Artik Kembali Dilanda Kebakaran, Emisi Karbon Mencapai Level Tinggi dalam 5 Tahun Terakhir
Brigjen Slamet mengatakan, barang bukti yang dimiliki untuk mendukung sangkaan terhadap Bripda Randy ada dua. Yakni, racun potasium yang ditemukan dekat Novia Widyasari, dan pil aborsi. Dari temuan awal, dikatakan kalau aborsi dilakukan dua kali. Selain itu, dia juga memastikan tidak ada tanda kekerasan fisik pada tubuh Novia Widyasari.
”Kami dapatkan juga satu bukti, bahwa korban selama pacaran sampai kemarin (sebelum bunuh diri), sudah melakukan tindakan aborsi bersama yang dilaksanakan pertama pada Maret 2020 dan Agustus 2021,” katanya.
Sementara itu, dilansir dari laman Radio R FM Mojokerto, Senin (6/12/2021), dini hari, menyatakan sebuah perhatian besar dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga, atas meninggalnya Almarhumah Novia Widyasari, sebagai korban kekerasan yang dilakukan oleh oknom polisi.
Baca Juga: Tiga Pemuda Dibekuk Polisi saat Jual Beli Sabu di SPBU Pagelaran
“Kami menyatakan duka cita yang mendalam, atas kasus yang menimpa almarhumah. Saya bisa membayangkan beban mental yang ditanggung oleh korban dan keluarganya. Sudah sepantasnya kita semua memberikan rasa empati yang besar pada korban dan keluarganya, dan berpihak pada korban. Kami mendukung langkah cepat dari Bapak Kapolri dan semua jajarannya,” ujar Bintang.
Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan pelaku, bertentangan dengan Pasal 354 KUHP terdiri dari ayat (1), dan ayat (2) yang mengatur, bahwa jika penganiayaan berat yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu, diancam pidana penjara paling lama 12 tahun, namun jika mengakibatkan kematian, maka diancam pidana penjara paling lama 15 tahun Jo Pasal 285 KUHP Jo Pasal 75 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), yakni setiap orang dilarang melakukan aborsi. Sanksi pidana bagi pelaku aborsi diatur dalam Pasal 194 UU Kesehatan yang berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Penghapusan kekerasan terhadap perempuan, membutuhkan kerja bersama dan sinergi dari berbagai komponen masyarakat. Untuk bergerak secara serentak, baik pemerintah maupun masyarakat secara umum, termasuk aktivis HAM perempuan. Dalam rangka perlindungan dan pemenuhan hak perempuan korban kekerasan seksual, Kemen PPPA terus mengawal dan mendorong agar kebijakan tentang RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera disahkan.
Baca Juga: ITS Luncurkan Mobil Formula Anargya EV Terbaru untuk Ajang FSAE Japan 2023
“Kami juga berpesan kepada seluruh perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan, kalian bisa melapor ke layanan dan penjangkauan korban di SAPA 129 atau bisa menghubungi Call Centre 08111-129-129, agar segera mendapatkan pertolongan,” pungkas Bintang.
Editor : Fudai