SURABAYA - Usai Majapahit berdiri, Ronggolawe mendapatkan jabatan Rakrian Mantri Dwi Pantara dan menggunakan nama Arya Adykara. Dilansir dari akun YouTube Jagad Mandala, hal ini merujuk pada pendapat Slamet Mulyana berdasarkan pembacaanya terhadap Kidung Ronggolawe maupun Prasasti Kudadu.
Di sisi lain juga, Arya Wiraradja ayah dari Ranggolawe sempat menggunakan nama Arya Adykara dalam Kidung Ronggolawe. Disebutkan, setelah menjabat Rakrian Mantri Dwi Pantara, Ranggalwe memakai nama ayah nya. Itulah sebabnya kenapa dalam prasasti Kudadu tertulis nama Arya Adykara dan bukan Ronggolawe.
Tentang nama Arya Adykara, akun YouTube Jagad Mandala juga menyatakan masih menjadi misteri besar, benarkah Arya Adykara itu sosok Ronggolawe lawe? Sedangkan, jabatan Rakrian Mantri Dwi Pantara, tidak main main.
Prasasti Kudadu memaparkan, bahwa jabatan itu masuk dalam Mapasanggahan atau Pasangguhan atau semacam hulu balang raja atau jabatan itu diisi para senior.
Ini semakin membingungkan dengan alasan mengapa Ranggolawe menolak Nambi yang didapuk sebagi Rakrian Patih. Sebab tidak jelas sacara rinci dalam Kidung Ranggalawe.
Pada sisi lain, Kidung Rangglawe juga mengupas bahwa Sri Prabu (Wijaya) ingin mencopot kedudukan Nambi dan menggantikannya dengan Ranggalawe.
Namun kebanyakan menafsirkan, Ranggalawe menolak Nambi lantaran dia enggan menjadi bawahannya. Sebab, Ranggalawe menganggap jabatan Nambi dianggap lebih tinggi dari jabatan dia saat itu.
Padahal jika Ranggalawe adalah Arya Adykara dan menjabat sebagai Rakrian Mantri Dwi Pantara, jabatan Ranggalawe seharusnya cukup tinggi ketimbang Nambi. Sebab, Mapasanggahan atau Pasangguhan lebih tinggi satu tingkat dibanding Panca Ring Wilwatikta atau dewan menteri.
Dimana Rakrian Patih sebagai koordinator nya, dan satu tingkat diatasnya sudah kelompok maha menteri dimana keluarga raja menjadi anggota nya.
Para Mapasanggahan dalam Prasasti Kudadu adalah, Pranaraja; Nayapati; Arya Adykara dan Arya Wiraradja. Sehingga ini menjadi cukup unik, jika Rangalawe yang masih muda masuk dalam lingkaran ini.
Ini menandakan jasa Ranggalawe dianggap setara dengan ayahnya sendiri.
Lalu untuk apa Lawe menolak pengangkatan Nambi, bila saat itu jabatannya diatas Panca Ring Wilwatikta? Alasan Ranggalwe bukan untuk kepentingan dirinya sendiri, lalu untuk siapa? Tentu untuk pamannya, yakni Lembu Sora
Bila Lawe berniat memperjuangkan nasib orang lain, apalagi pamannya, sudah menjadi krakter dia, akan dibela habis-habisan. Apapun yang dia punya termasuk nyawa siap diberikan. Sebagaimana dahulu kala ia lakukan lakukan untuk Dyah Wijaya, dan kali ini untuk lembu Sora.
Sayangnya kedudukan Sora yg lebih rendah ini terus terjadi. Kendati Lawe sendiri telah gugur sekian lama. Dalam prasasti Sukamerta yang diterbitkan Majapahit dua tahun setelah Prasasti Kudadu sora tetap tidak masuk Panca Ring Wilwatikta, dia justeru ditugaskan sebagai Patih Daha.
Kendati Lawe matian-matian berjuang memperjuangkan jabatan yang layak untuk pamannya, Sora. Namun menjadi seperti bertepuk sebelah tangan.
Sora tipikal abdi dalem super setia terhadap junjungannya, tak mau neko-neko, dia adalah soso yang nerimo ing pandum, selalu bersyukur terhadap besar kecilnya pemberian.
Dan tak pernah mengungkit seberapa besar jasa yang dia berikan pada masa lalu demi mendapat pamrih setimpal sekarang. Tak pernah punya nafsu untuk mendapatkan yang lebih. Apalagi berkuasa.
Lalu bagaimana kalau Lawe bukan Adykara, tentu saja alasannya dia tidak mau berada di bawah koordinasi Nambi. Versi lain Kidung Ronggolawe menyebut Lawe mendapat jabatan sebagai Menteri Amanca Negara yang berkantor di Tuban, sekaligus merangkap Adipati Datara di Tuban.
Tuban sebagai pusat atau ibu kota sedangkan Datara merupakan kadipaten. Kemungkinan datara mencakup pesisir utara, Tuban yg diketahui sebagai pelabuhan internasional yang telah beroperasi sejak prabu Airlangga dijadikan ibu kotanya.
Selaku Menteri tentu Nambi akan jadi pemimpinnya, dan itu yang ditolak oleh Lawe. Dia lebih ikhlas dipimpin Sora karena dianggap sebagai paket komplit, lebih senior, punya jasa lebih banyak daripada Nambi, brilian dalam memberikan jalan keluar, dan jika terjadi perang cukup mengerikan juga kalau di dapuk jadi komandan atau sebagai panglima.
Penulis: Rya
Kontributor artik.id
Editor : Fudai