SURABAYA - Tim riset Institut Teknologi Bandung (ITB) menyatakan potensi gempa besar dan tsunami akan terjadi di sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa mulai dari barat hingga timur. Gempa besar itu, disebut bakal memicu terjadinya tsunami hingga setinggi 20 meter.
Endra Gunawan salah satu anggota tim peneliti ITB memaparakan, letak geografis Pulau Jawa yang terletak di zona subduksi antara lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia, menyebabkan interaksi dari dua lempeng tersebut masih berlangsung tidak hanya sekarang, tapi juga masa akan datang.
Baca Juga: Gubernur Khofifah Jenguk Korban Longsor Lumajang di RSUD Kanjuruhan
Dengan demikian, tegas dia, tentunya isyarat terjadinya gempa bisa kapan saja terjadi.
"Nah itu kita bisa deteksi, kita bisa olah, analisis. Dari analisis tersebut menunjukkan bahwa ada potensi saat pengumpulan energi itu yang terjadi di selatan Jawa," kata Endra dikutip dari Liputan6.com.
(Baca Juga: Tiga Jenazah dari 41 Korban Tewas Kebakaran Lapas Tangerang Diserah pada Keluarga)
Gempa besar ini, lanjut dia terjadi akibat adanya akumulasi energi yang terkumpul selama ratusan hingga ribuan tahun. Dampak dari pada semua ini, menyebabkan potensi tsunami paling besar berada di selatan Jawa Barat yang bisa mencapai 20 meter.
Sedangkan di Jawa Timur dia menyebut hanya kisaran 12 meter. Dia membeberkan, perbedaan ini disebabkan beragamnya zona kuncian gempa. Sebab tak semua zona patahan di selatan Jawa memiliki kekuatan yang sama.
"Jadi masing-masing punya kekuatannya masing-masing. Nah Jawa Barat ternyata kunciannya itu yang paling besar dibandingkan di bagian tengah dan timur di Jawa Timur," ungkap Dosen ITB dengan kelompok keahlian Geofisika Global ini.
Laut Jawa Keluarkan Cahaya (Milky Seas), Nitizen Sebut Gempa Dahsyat.
Dilansir dari Kompas, baru-baru ini, media sosial dihebohkan soal fenomena laut bercahaya di selatan Jawa pada Rabu (8/9/2021). Foto laut selatan Jawa bercahaya tersebu diambil satelit dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA).
Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS, menyebutkan telah mendeteksi adanya "Milky Seas" di laut selatan Jawa. Sejumlah warganet yang baru tahu merespon fenomena tersebut.
Bahkan ada juga yang menyangkut pautkan fenomena tersebut, terjadi karena adanya pergerakan lempeng.
Dan kita diingatkan bakal datangnya gempa dahsyat.
"Baru tau," tulis salah satu akun Twitter.
"Mungkin itu buih2 air karena terjadi pergerakan lempeng bumi bawah laut, siap2 aja gempa dahzat Jawa," tulis pengguna lain.
Merespon itu, Peneliti Ahli Utama Bidang Oseanografi Terapan pada Pusat Riset Kelautan, Badan Riset dan SDM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dr Widodo Setiyo Pranowo menyatakan, Milky Seas merupakan terminologi ketika permukaan laut dengan area yang sangat luas berwarna terang seperti putihnya susu.
Sehingga ketika malam hari terdeteksi atau terlihat glowing dari satelit. Penyebabnya terang dia, diakibatkan adanya warna iluminasi yang dipancarkan oleh organisme laut, seperti mikro atau nano plankton yang mengandung fosfor sehingga seperti bercahaya di dalam gelapnya air laut saat malam hari.
Salah satu wilayah yang memiliki potensi seperti itu adalah di Samudera Hindia Selatan Jawa. Karena, probabilitas terjadinya pada kurun waktu antara Juni hingga Oktober pada setiap tahunnya
“Mikro atau nano plakton tersebut berjumlah sangat masif sehingga bisa memuhi kolom air di lapisan permukaan laut dalam wilayah yang sangat luas,” ucap Widodo.
Air Laut Tidak Seimbang, Warga Harusnya Was-was.
Fenomena Milky Seas jug tak luput dari sorotan paranormal Mbah Mijan, dengan membagikan foto tangkapan layar cuitan NOAA. Ia mengaitkan hal ini dengan mistik.
“Amerika, (NOAA) telah mengabadikan Fenomena unik di Laut Selatan Jawa via satelit. Ahli menyebutnya Milky Seas, efek Zat Fosfor dari Koloni Mikroplankton,” cuit Mbah Mijan.
“Menurut saya, ini insting hewan yang ingin menyampaikan pesan bahwa gelombang air laut yang tidak seimbang,” sambungnya.
Bahkan ia mengingatkan warga seharusnya was-was dengan kemunculan fenomena tersebut.
Baca Juga: Banjir di Pohuwato, Gorontalo, Rendam 40 Rumah dan 4,5 Ha Lahan Pertanian
“Laut Selatan Jawa bercahaya, pertanda Ratu Pantai Selatan sedang menggelar pertemuan penting,” jelas Mbah Mijan.
“Laut Selatan Jawa dipotret Amerika, harusnya pada deg-degan karena laut aja dikepoin lho!,” tandas Mbah Mijan.
BMKG Imbau Masyarakat Jangan Panik.
Menurut Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Dr. Daryono, prediksi gempa megatrush laut selatan Jawa dapat mendorong semua pihak untuk lebih memperhatikan upaya mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami.
Kajian tersebut merupakan skenario model gambaran terburuk dari hasil kajian ilmiah yang mampu menentukan potensi magnitudo maksimum gempa.
Namun, ungkap dia hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu memprediksi dengan tepat kapan dan dimana gempa akan terjadi. Sehingga Daryono mengimbau masyarakat agar jangan terlalu cemas dan khawatir terkait kajian potensi bencana tersebut.
"Masyarakat awam pun menduga seolah dalam waktu dekat di Selatan Pulau Jawa akan terjadi gempa dahsyat, padahal tidak demikian," jelasnya.
Seraya ia mengajak masyarakat harus tetap waspada dan merespon dengan upaya mitigasi yang nyata.
"Informasi potensi gempa kuat di zona megathrust memang rentan memicu keresahan akibat salah pengertian. Masyarakat lebih tertarik membahas kemungkin dampak buruknya daripada pesan mitigasi yang mestinya harus dilakukan," tutur Daryono.
Peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Purna Sulastya Putra juga memperkuat bahwa hingga saat ini belum ada sokongan teknologi yang mampu mendeteksi secara pasti kapan terjadinya gempa.
Namun dari hasil penelitian dan bukti geologi yang diperoleh, siklus gempa besar yang memicu tsunami di selatan Jawa itu terjadi sekitar 600 hingga 800 tahun sekali.
"Kalau kejadian terakhir itu 400 tahun yang lalu, maka bisa jadi 200 tahun yang akan datang (gempa dan tsunami besar) itu akan kejadian," ucapnya.
Baca Juga: Korban Banjir di Parigi Moutong Belum Ditemukan, BNPB Perpanjang Pencarian
Seluruh Kawasan Pantai Selatan Akan Diterjang Tsunami.
Purna menjabarkan, kawasan pantai selatan Jawa, bakal diporak-porandakan tsunami apabila panjang patahan gempa mencapai 900 hingga 1.000 kilometer.
Hal ini sebagaimana temuan bukti geologi Tim LIPI bahwa tsunami pernah terjadi di sepanjang pantai selatan Jawa.
"Kami menemukan bukti geologinya itu di mulai di Binuangeun Lebak (Banten) kemudian di ujung Sukabumi, di Pangandaran, di Cilacap, di Kulonprogo, kemudian di Lumajang. Bahkan sampai di pantai selatan Bali yang kemungkinan. Namun di Bali kita belum punya hasil dating atau pengukuran umurnya," ujarnya.
Purna merinci, bahwa empat kali gempa besar itu diperkirakan terjadi pada 400 hingga 500 tahun lalu, kemudian 1.000 tahun lalu, 1.800 tahun lalu, dan terakhir 3.000 tahun lalu.
Gempa itu berkekuatan di atas magnitudo 9 yang mengakibatkan tsunami besar di selatan Jawa.
Pantura Jawa Juga Berpotensi Tsunami
Potensi tsunami juga terjadi di pantai utara Jawa, meski tak sedahsyat pesisir selatan. Sebab, lanjut Purna, tsunami bisa terjadi akibat longsoran bawah laut atau sesar aktif ke arah laut.
"Misal kejadian di Palu. Nah di utara Jawa kita punya juga sesar aktif yang kemungkinan bisa menggerus ke arah utara laut Jawa. Makanya banyak sekali yang harus kita lakukan memindai sesar aktif yang ada di utara Jawa. Misal di Demak itu kan ada sesar Muria. Itu bisa saja dia bergerak dan menyebabkan longsor bawa laut," katanya menjelaskan.
Bahkan menurutnya, sumber gempa dan tsunami di wilayah Banten lebih besar, utamanya di Selat Sunda karena ada Gunung Krakatau dan sesar aktif yang banyak.
"Sehingga potensi di Banten sebenarnya lebih tinggi," ujar Purna
Karena, terang Purna wilayah tersebut juga berada pada zona subduksi atau tumpukan lempeng yang menghubungkan barat Sumatera dan selatan Jawa. (rya)
Editor : Fudai