SURABAYA – Keluhan soal beratnya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) terus menggema di kalangan warga Surabaya. Banyak yang merasa nilai pajak tidak lagi mencerminkan harga pasar kendaraan, apalagi rasa keadilan.
Anggota Komisi B DPRD Surabaya, Budi Leksono, akhirnya angkat bicara. Ia menilai sistem perpajakan saat ini justru membuat masyarakat seperti "dipalak" secara legal setiap tahun.
Baca Juga: FSP Parekraf Surabaya Audensi ke Fraksi PDIP-PAN Tentang Perda Ekraf 2025:Kami Tak Pernah Dilibatkan
“Mobil sudah tua, harga jual turun drastis, tapi pajaknya nyaris tidak bergerak. Wajar kalau warga merasa diperas,” tutur Buleks, sapaan akrabnya pada Warta Artik.id, jumat(03/10).
Keluhan itu bukan tanpa alasan. Sejumlah warga mengaku pajak kendaraan mereka seolah tak mengenal kata turun, meski usia kendaraan sudah lewat satu dekade.
“Mobil saya sudah 12 tahun, harga pasarnya mungkin tinggal sepertiga dari harga awal, tapi pajaknya tetap tinggi. Rasanya seperti bayar pajak untuk mobil baru,” keluh salah satu warga.
Tak hanya itu, sistem pajak progresif juga jadi sorotan. Pemilik lebih dari satu kendaraan dikenai tarif berlipat, tanpa mempertimbangkan nilai dan jenis kendaraan.
Baca Juga: PDIP Surabaya Hadir Untuk Menangis dan Tertawa Bersama Rakyat
“Motor tua saya yang cuma lima jutaan, kena pajak progresif seperti mobil mewah. Di mana letak keadilannya?” tambah warga lain.
Menurut Buleks, beban pajak semakin terasa berat karena di luar pajak pokok, masih ada tambahan biaya lain seperti SWDKLLJ, penerbitan STNK, hingga penggantian pelat nomor.
“Kalau semua dikumpulkan, angka yang harus dibayar bisa bikin pusing. Masyarakat sudah lelah. Pajak harus rasional, bukan asal pukul rata,” tegas Ketua Fraksi PDI-P DPRD Surabaya itu.
Baca Juga: Reses di Gubeng, Buleks Hujan Keluhan Warga Soal Hunian dan Fasilitas Umum
Ia mendesak pemerintah untuk tidak menutup mata terhadap kenyataan di lapangan. DPRD, katanya, siap mendorong revisi kebijakan agar lebih adil dan sesuai dengan kondisi ekonomi warga.
“Ini bukan soal nominal semata, tapi soal kepercayaan publik. Kalau pajak terus terasa tidak adil, wargalah yang dirugikan. Jangan sampai masyarakat merasa negara hadir hanya saat menagih,” pungkasnya.
Editor : rudi