SURABAYA - Pada Mei 2016, Otoritas Keamanan Makanan Eropa (EFSA) mengeluarkan pernyataan mengenai potensi minyak sawit sebagai pemicu kanker. Namun, tuduhan semacam ini bukanlah hal baru. Kampanye negatif terhadap minyak sawit telah lama dilakukan oleh negara-negara Barat sebagai upaya menghambat akses minyak sawit ke pasar Eropa.
Negara-negara Barat, yang kerap mengusung prinsip perdagangan bebas dan adil, dalam praktiknya justru sering menggunakan cara-cara yang tidak adil demi melindungi produk mereka yang kalah bersaing.
Baca Juga: RS Eka Candrarini Resmi Dibuka, Kurangi Kepadatan RSUD Suwandi dan BDH.
Salah satu contoh nyata adalah tuduhan pada 1980-an yang menyebut minyak sawit mengandung kolesterol. Tuduhan ini muncul karena minyak kedelai, yang diproduksi di negara-negara Barat, kalah bersaing dengan minyak sawit.
Setelah klaim tersebut terbukti tidak benar oleh para ahli gizi dan kesehatan, muncul isu baru terkait asam lemak trans dalam minyak sawit yang diduga berkontribusi terhadap penyakit pembuluh darah. Padahal, minyak sawit tidak melalui proses hidrogenisasi seperti minyak kedelai, bunga matahari, dan kanola.
Setelah isu asam lemak trans tidak terbukti, tuduhan lain terus bermunculan, mulai dari isu logam berat, peroksida, hingga yang terbaru, klaim minyak sawit sebagai pemicu kanker.
Padahal, penelitian menunjukkan bahwa kanker disebabkan oleh berbagai faktor seperti radiasi, virus, bahan kimia, dan terutama radikal bebas. Untuk mengatasi sel kanker, radikal bebas harus dinetralkan.
Baca Juga: Komisi D DPRD Surabaya : Dorong Masyarakat Segera Laporkan Gejala TBC untuk Cegah Penyebaran.
Menariknya, minyak sawit justru kaya akan antioksidan, terutama karoten dan vitamin E, yang berperan dalam memusnahkan radikal bebas serta menghambat perkembangan sel kanker.
Berbagai studi, baik di dalam maupun luar negeri, telah membuktikan manfaat ini. Penelitian Chong YH (1987) dalam "Facts about Palm Oil" menunjukkan bahwa minyak sawit mampu menghambat pertumbuhan tumor lebih baik dibandingkan minyak kedelai.
Studi lain oleh Muhilal dkk. (1991) dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Departemen Kesehatan RI serta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia juga menemukan bahwa minyak sawit dapat mengendalikan perkembangan tumor karena kandungan antioksidannya.
Baca Juga: Cegah Kasus Gagal Ginjal Anak, Eri Cahyadi Edukasi Pengawasan Jajanan Sekolah
PASPI dalam jurnalnya juga merangkum berbagai studi yang mendukung manfaat minyak sawit, termasuk efeknya dalam memperkuat antitrombosit (Hornsta, G, 1988), mencegah kanker payudara (Sylvester et.al, 1986; Sundram et.al, 1989), serta menghambat pertumbuhan sel kanker baik secara in vivo (Komiyama et.al, 1989; Goh et.al, 1994) maupun in vitro (Gutrie et.al, 1993; Gutrie et.al, 1994).
Dengan berbagai bukti ilmiah yang ada, PASPI (2017) menegaskan bahwa minyak sawit bukanlah penyebab kanker seperti yang dituduhkan oleh Eropa. Sebaliknya, minyak sawit memiliki potensi sebagai minyak makan yang kaya akan vitamin dan senyawa anti-kanker.
Editor : Fudai