Bahasa Kemak Menuju Warisan Budaya Tak Benda, BPK NTT Revitalisasi dengan Lomba Pidato

JAKARTA | ARTIK.ID - Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) NTT bersama Bank NTT Cabang Atambua mengadakan lomba pidato dan pentas seni yang bertujuan untuk revitalisasi Bahasa Kemak Dirubati.

Acara tersebut berlangsung di Rumah Adat Suku Kemak Dirubati, Kuneru, Kabupaten Belu, dekat perbatasan RI-RDTL, dengan peserta dari tingkat SMP, SMA, dan SMK, Rabu (18/9).

Baca Juga: Lompat Tali, Permainan Tradisional Populer di Indonesia Konon Berasal dari Eropa

Acara secara resmi dibuka oleh Kepala Bidang Kebudayaan Provinsi NTT, Ayub Sanam. Dalam sambutannya, ia menekankan pentingnya melestarikan budaya lokal, sesuai dengan UU Nomor 10 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

"Saya apresiasi langkah Dinas Pariwisata Kabupaten Belu dalam memajukan kebudayaan daerah dan menyoroti pentingnya peran bahasa sebagai objek pemajuan kebudayaan," kata Ayub.

Bahasa Kemak Dirubati, yang sedang diupayakan untuk diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda, menjadi fokus utama dalam kegiatan tersebut.

Baca Juga: Ratusan Penari Rejang Renteng Iringi Pemelaspas Jalan Terusan Pura Dang Kahyangan Rambut Siwi

Ayub Sanam menyebut, bahwa Kabupaten Belu baru memiliki dua warisan budaya yang telah diakui, yakni Tarian Likurai dan Afui, dengan rencana mendorong pengakuan budaya Tebe agar tidak diklaim oleh negara tetangga, Timor Leste.

Kepala Kantor Bahasa NTT, Elis Setiati, mendukung upaya revitalisasi itu, terutama dengan rencana pembuatan kamus Bahasa Kemak.

"Menjaga bahasa daerah agar tidak punah itu merupakan kewajiban, mengingat data UNESCO menyebutkan bahwa banyak bahasa darah yang hilang, sudah sewajarnya semua pihak berkolaborasi dalam menjaga keberlangsungan bahasa daerah," ungkap Elis.

Baca Juga: PLN dan Bank Indonesia Berkolaborasi Manfaatkan Limbah untuk PLTU di NTT

Hal serupa juga dipaparkan Kepala Sub Bagian Umum Balai Pelestarian Kebudayaan NTT, Arif. Menurutnya, sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan komunitas adat sangat penting dalam melestarikan budaya.

 

Editor : Fudai