DENPASAR | ARTIK.ID - Di Bali belakangan marak lagi tajen di kalangan. Sebetulnya tajen ini bentuk penyimpangan dari tradisi upacara tabuh rah yang menggunakan sarana darah ayam sebagai upacara.
Terkait tajen ini, Ir. Ketut Wisna atau Jro Mangku Wisna (JMW) angkat bicara. JMW yang juga Bendesa adat Kesiman Denpasar itu menyebutkan di Hindu Bali dan adat Bali, ini sudah ada sejak zaman dulu. "Karena sudah tahu tatanan kemanusiaan, maka yang dipersembahkan ialah peliharaan sapi, ayam. Di Bali, diadakan dengan tabuh rah," ujar JMW.
Baca juga: I Ketut Suta Tekankan Profesionalisme dan Kepatuhan Koperasi Sesuai Permenkop No 8 Tahun 2023
Dikatakan, bahwa bicara dengan tabuh rah menggunakan sarana ayam. "Yang dicari darah. Tujuannya dicari dari Yadnya berupa Butha Yadnya untuk jaga keseimbangan alam. Ini bentuk kepercayaan kita," jelas dia.
Baca juga: World Water Forum ke-10 di Bali Mendapat Dukungan dan Apresiasi dari Ketua Forkom Taksu Bali
Apabila bicara tabuh rah, maka harus diadakan sesuai kebutuhan. "Misal pada pecaruan, itu saja," jelas dia.
Kemudian, muncul tajen atau klecan yang berasal dari kata bersenang-senang. "Ini kontek klecan beda. Ini identik dengan kesenangan. Ada pakai taji, dipasangi pisau dipisau ayam itu sebagai hiburan. Disana ada taruhan, ini judi," jelas dia.
Lebih lanjut dikatakan, saat era Hindia Belanda, tetua kami di Desa adat Kesiman sempat mengurus izin ke Singaraja untuk mengadakan tajen. "Tabuh rah sudah dilaksanakan. Namun untuk hiburan, ada izinnya. Dulu tidak tiap hari, ini hiburannya diadakan di tempat yang sudah ditentukan," jelas dia.
Baca juga: Lomba Mancing Matok Biaung beach Fishing turnament di Segara Denpasar: Gung Jaya Sampaikan Apresiasi
Dirinya meminta agar masyarakat membedakan mana tabuh rah dan tajen. "Jangan seperti sekarang malah jadi event. Justru adat budaya tergeser dengan aktivitas bersenang-senang. Yang kena malah adat Bali," tutup dia.(*)
Editor : LANI