SURABAYA | ARTIK.ID - Acara Pawai Seni Ogoh-ogoh di Surabaya berlangsung dengan lancar pada hari Minggu (10/3/2024). Pawai ini dibuka oleh Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, beserta Ibu Rini Indriani.
Gelaran tersebut merupakan bagian dari rangkaian Hari Raya Nyepi 1 Saka 1946 dan diikuti oleh 2.500 umat Hindu. Rute pawai mengelilingi area sekitar Balai Kota Surabaya.
Baca juga: Pawai Ogoh-ogoh di Surabaya Diikuti 2.500 Umat Hindu, Start Jalan Walikota Mustajab
Selain memperingati Hari Raya Nyepi, pawai Ogoh-ogoh juga digelar sebagai perwujudan Balai Kota Surabaya sebagai rumah toleransi. Hal ini menunjukkan bahwa semua agama dan budaya dapat merayakan momen penting mereka di Balai Kota Surabaya.
Pawai Seni Ogoh-ogoh sendiri merupakan karya seni patung yang merupakan perwujudan Bhuta Kala. Perayaan ogoh-ogoh diarak keliling merupakan tradisi yang mengandung makna untuk melebur dan membuang sifat negatif dalam diri manusia.
Setiap Ogoh-ogoh, setelah selesai dibuat, didoakan sebagai tanda penghormatan terhadap entitas spiritual yang diwakili. Selanjutnya, Ogoh-ogoh diarak keliling desa dengan suara riuh, menuju Sema (tempat pembakaran jenazah atau pekuburan), atau bahkan lahan kosong.
Di sana, Ogoh-ogoh dibakar sebagai bagian dari proses bernama Nyomnya Kala, yang bertujuan menetralisir energi negatif atau Bhuta Kala di dalamnya, menjadikannya energi positif.
Proses ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dashyat.
Baca juga: Pawai Ogoh-ogoh di Surabaya Diikuti 2.500 Umat Hindu, Start Jalan Walikota Mustajab
Tradisi Ogoh-ogoh dilandasi oleh pemikiran yang berkaitan dengan kepercayaan dan agama Hindu Dharma, serta adat istiadat masyarakat Bali. Kehadiran Ogoh-ogoh selalu dikaitkan dengan upacara Tawur Kesanga, yang memiliki dimensi religius, sosial, budaya, dan ekonomi.
Menurut Gunawan dan Surya Buana dalam studinya, upacara Tawur Kesanga memerlukan suara riuh karena sifat Butha Kala senang dengan suara yang serba keras.
Dalam gelaran pawai Ogoh-ogoh terdapat tindakan seperti menyalakan api dari daun kelapa kering, menyemburkan bau-bau mesiu, jagung, bawang, dan bunyi kentongan, gong, atau gamelan.
Baca juga: Pawai Ogoh-ogoh di Surabaya Diikuti 2.500 Umat Hindu, Start Jalan Walikota Mustajab
Semuanya bertujuan untuk mengembalikan posisi lima elemen utama penyusun alam semesta ke dalam sistemnya masing-masing.
Pada akhirnya, Ogoh-ogoh bukan hanya sekadar representasi Bhuta Kala, tetapi juga menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Hari Nyepi yang memiliki peran penting dalam melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu, serta memahami bahwa kebahagiaan atau kehancuran seluruh dunia bergantung pada niat luhur manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia.
(red)
Editor : Elis