JAKARTA | ARTIK.ID - Mendadak media sosial dihebohkan oleh berita tentang kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi di sebuah pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Takokak, Cianjur, Jawa Barat.
Berdasarkan laporan yang diterima oleh Polres Cianjur, Polda Jabar, ada lima orang santriwati di bawah umur yang menjadi korban pelecehan seksual oleh pendiri sekaligus pemilik ponpes tersebut. Pelaku diduga melakukan pelecehan seksual dengan dalih pengobatan dan transfer ilmu kepada para korban.
Baca juga: Polisi Bongkar Aksi Penyebaran Konten VGK, Anak Berkonflik dengan Hukum
Kasatreskrim Polres Cianjur, Iptu Tono Listianto, mengatakan pihaknya masih menyelidiki kasus dugaan pencabulan atau pelecehan seksual yang menimpa santriwati dengan memanggil sejumlah saksi untuk dimintai keterangan.
"Kami akan panggil sejumlah saksi guna diminta keterangan. Kami akan dalami kasusnya karena diduga jumlah korban lebih dari lima orang," ujarnya, seperti yang dilansir Antaranews, Minggu (13/8/23).
Pihaknya sudah menerima laporan dari lima orang korban yang didampingi kuasa hukumnya. Mereka melaporkan pendiri yayasan pondok pesantren di Kecamatan Takokak yang sudah melakukan pelecehan seksual sejak beberapa tahun terakhir.
Kasus ini tentu saja menimbulkan kemarahan dan kekecewaan dari masyarakat, khususnya para orang tua santri dan pihak-pihak yang peduli dengan hak-hak anak. Bagaimana mungkin seorang pendiri ponpes yang seharusnya menjadi panutan dan pembimbing bagi para santri malah melakukan perbuatan keji dan biadab seperti itu?
Kasus pelecehan seksual di ponpes Takokak ini pertama kali terungkap setelah lima orang santriwati melaporkan pelaku kepada Polres Cianjur, Sabtu (12/8/2023) Para korban didampingi oleh kuasa hukum mereka, Topan Nugraha, yang merupakan pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Cianjur.
Menurut keterangan para korban, pelecehan seksual yang dilakukan oleh pelaku sudah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir. Pelaku sering memanggil para santriwati ke ruangannya dengan alasan memberikan pengobatan atau transfer ilmu.
Baca juga: Kasus Investasi Robot Trading, Bareskrim Polri Taksir Kerugian Capai Rp 402 Mili
Di ruangan tersebut, pelaku melakukan berbagai tindakan tidak senonoh kepada para korban, seperti meraba-raba tubuh mereka, mencium mereka, atau bahkan memasukkan jari-jarinya ke alat kelamin mereka.
Para korban mengaku tidak berani melawan atau melaporkan pelaku karena takut akan mendapat ancaman atau guna-guna dari pelaku. Pelaku juga meminta para korban untuk tidak menceritakan perbuatannya kepada siapa pun, termasuk orang tua mereka, dengan alasan bahwa itu adalah rahasia antara mereka dan Allah. Pelaku juga mengancam akan mengeluarkan para korban dari ponpes jika mereka membocorkan rahasianya.
Sementara itu, kuasa hukum korban, Topan Nugraha, mengatakan bahwa jumlah korban pelecehan seksual di ponpes Takokak ini kemungkinan lebih dari lima orang. Namun, banyak korban yang masih takut untuk melapor karena ancaman pelaku dan trauma yang mereka alami.
"Awalnya kami hanya mendapat laporan dari tiga orang dan bertambah menjadi lima orang, kemungkinan terus bertambah karena korban takut melaporkan pendiri sekaligus pemilik ponpes itu karena berbagai ancaman," ujarnya.
Baca juga: Beraksi di 32 TKP, Pelaku Curanmor Asal Bangkalan Ditembak Polisi Tulungagung
Sebagian besar korban diminta tidak menceritakan perbuatan pelaku kepada siapa pun, termasuk orang tuanya, dengan ancaman akan diguna-guna dan dikeluarkan dari pondok.
"Kami meminta pelaku segera ditangkap dan pendampingan akan kami berikan kepada korban lainnya. Mereka takut melapor karena ancaman pelaku dan trauma seperti yang dialami lima orang santriwati yang akhirnya memilih melaporkan pelaku," tutupnya.
(ara)
Editor : Fuart