Pemkot Surabaya Main Petak Umpet, Birokrasi Gamang Bapenda untuk Publik

Reporter : rudi
Wakil ketua Komisi B DPRD Surabaya M Machmud (Doc.aldy))

SURABAYA – Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang seharusnya menjadi ajang klarifikasi terkait polemik pajak reklame SPBU kembali berujung antiklimaks. Untuk ketiga kalinya, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Surabaya dan Inspektorat mangkir dari forum yang difasilitasi DPRD Kota Surabaya. Ketidakhadiran itu memicu kekecewaan dan sorotan tajam dari legislatif serta pelaku usaha.

Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya, Mochamad Machmud, S.Sos., M.Si., tak menutupi kekesalannya. Ia menyebut Pemkot Surabaya seperti "bermain petak umpet" dalam menghadapi persoalan serius yang menyangkut kredibilitas kebijakan pajak daerah. 

Baca juga: Warga Surabaya Keluhkan Pajak Kendaraan Tak Sesuai Nilai Pasar, DPRD Desak Revisi

“Sudah tiga kali kepala Bapenda mangkir. Inspektorat juga tak muncul. Yang dikirim hanya pejabat level kepala bidang yang tidak punya wewenang ambil keputusan. Forum ini jadi sia-sia,” tegas Machmud Jumat (03/10) 

Legislator dari fraksi PKB DPRD Surabaya itu mengungkapkan, forum seharusnya membahas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait tagihan Rp1,6 miliar, bukan malah melebar ke periode 2019–2025 yang tak masuk dalam laporan BPK.

“Ini bukan hanya membingungkan, tapi juga berpotensi menyimpang dari prinsip akuntabilitas,” katanya.

Machmud menegaskan DPRD akan menjadwalkan ulang rapat, namun dengan satu syarat: kehadiran pimpinan Bapenda dan Inspektorat sebagai penentu kebijakan. “Kalau perlu rapat di Balai Kota, kami siap. Tapi jangan terus-menerus bersembunyi. Masyarakat butuh kepastian, bukan penghindaran,” ujarnya geram.

Nada keras juga datang dari pelaku usaha. Sekretaris DPC Hismawa Migas, Sidha Pinasti, menyebut absennya kepala Bapenda sebagai bentuk pelecehan terhadap forum resmi. Ia menyoroti belum dicabutnya tanda silang pada reklame sejumlah SPBU, meski sebelumnya sudah disepakati pencabutannya.

“Janji tinggal janji. Tanda silang masih terpasang. Ini bukan hanya soal estetika, tapi menyangkut reputasi usaha dan kerugian material. Rapat tanpa realisasi sama saja omong kosong,” tegas Sidha.

Baca juga: Punya Mata Tapi Buta, Machmud Sentil Keras Pemkot Surabaya Soal Pasar Bermasalah

Pakar hukum Universitas Narotama, Dr. Himawan Estu, SH., MH., juga angkat suara. Ia memperingatkan bahwa penagihan pajak secara retroaktif tanpa dasar yang jelas bisa menjadi bumerang hukum bagi Pemkot.

“Hukum melarang beban yang berlaku surut. Kalau sudah dibayar sesuai ketetapan, lalu bertahun-tahun kemudian dikoreksi sepihak, itu melanggar asas legalitas dan kepastian hukum,” ujarnya.

Sementara itu, Bapenda melalui perwakilannya, Ekkie Noorisma, menyatakan pihaknya belum bisa mengambil sikap sebelum ada arahan pimpinan. Ia berdalih prinsip kehati-hatian yang membuat pihaknya menunda keputusan.

“Kami menunggu keputusan pimpinan. Masukan sudah kami terima, tapi kami butuh evaluasi dari sisi hukum dan bisnis,” ucapnya diplomatis.

Baca juga: FSP Parekraf Surabaya Audensi ke Fraksi PDIP-PAN Tentang Perda Ekraf 2025:Kami Tak Pernah Dilibatkan

Sayangnya, sikap pasif Bapenda justru memperpanjang kebuntuan. Sampai saat ini, belum ada keputusan pasti soal pencabutan tanda silang maupun validasi tagihan pajak reklame SPBU.

Ketidakhadiran berulang pimpinan instansi terkait bukan hanya mempermalukan tata kelola pemerintahan, tapi juga mencederai kepercayaan publik. Sengketa ini bukan semata soal angka, tapi menyangkut integritas dan konsistensi pemerintah dalam bersikap.

Selama pimpinan Bapenda dan Inspektorat terus absen dalam forum resmi, solusi hanya akan menjadi ilusi dan masyarakatlah yang akhirnya menanggung akibat dari birokrasi yang gamang mengambil keputusan. (Rda) 

Editor : rudi

Peristiwa
10 Berita Teratas Pekan Ini
Berita Terbaru