BADUNG | ARTIK.ID - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menangkap lima orang petugas imigrasi Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali. Mereka ditangkap karena diduga melakukan pungutan liar (pungli) dengan memanfaatkan jalur fast track di terminal internasional bandara.
Penangkapan terhadap 5 petugas imigrasi ini dilakukan secara operasi tangkap tangan (OTT) oleh Kejati Bali pada Selasa (14/11) kemarin.
Baca Juga: Bupati Tamba Ajak Pelajar SMA Cegah Stunting
Kejaksaan Tinggi Bali menyebut pungli turis layanan fast track diduga mencapai Rp200 juta per bulan.
Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Bali, Dedy Kurniawan, Rabu (15/11), mengatakan, kejadian itu bermula dari pengaduan masyarakat mengenai penyalahgunaan fasilitas fast track yang merupakan pelayanan prioritas keimigrasian di Bandara Udara Internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai.
"Fasilitas fast track itu digunakan untuk mempermudah pemeriksaan ke imigrasi atau keluar wilayah Indonesia bagi kelompok prioritas, yaitu lanjut usia, ibu hamil, anak-anak dan pekerjaan migran," tutur Dedy Kurniawan.
Kejati menegaskan, layanan fast track tidak dipungut biaya. Tapi fasilitas ini malah dimanfaatkan oknum petugas Imigrasi dengan menarik pungutan liar (pungli).
"Jadi memang tidak dipungut biaya di fast track, tetapi warga asing yang menggunakan fasilitas fast track, itu dipungut biaya antara Rp100 ribu-Rp250 ribu per orang," ujarnya.
Baca Juga: Wabup Ipat Buka Festival Pemuda di Jembrana
Dari informasi yang diterima Kejati, tim turun ke lapangan pada Selasa, 14 November dan menemukan dugaan pungli oknum petugas Imigrasi.
“Kita cek ke lapangan dan benar ada fakta terjadinya penyalahgunaan fast track, dengan nilai pungutan mencapai kurang lebih Rp100-Rp200 juta per bulan," paparnya.
Dari OTT tersebut petugas Imigrasi Bali berhasil mengamankan uang sebesar Rp100 juta diduga terkait pungli.
Baca Juga: Tradisi Omed-omedan di Sesetan Denpasar, Bukan Festival Ciuman Masal
"Kita berhasil amankan uang kurang lebih Rp 100 juta rupiah yang diduga merupakan keuntungan yang tidak sah yang diperoleh dari praktek-praktek tersebut," ujarnya.
Menurutnya, di tengah upaya pemerintah mendorong iklim investasi di tanah air, praktik tersebut dinilai sangat merusak citra Indonesia.
(ara)
Editor : Fuart