BANYUWANGI | ARTIK.ID - Pemerintah Kabupaten Banyuwangi bekerjasama dengan Komunitas Pegon meluncurkan buku berjudul Lentera Blambangan di Auditorium IAI Ibrahimy, Genteng, Banyuwangi, Senin (23/10/2023). Buku tersebut mengupas biografi sembilan ulama Banyuwangi teladan.
Peluncuran itu, menurut Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani, sebagai upaya untuk memberikan contoh keteladanan bagi generasi saat ini. Dimana anak muda sekarang banyak yang mengidolakan tokoh-tokoh asing dan fiktif.
Baca Juga: Banyuwangi Batik Festival 2024 Sukses Tampilkan Potensi Batik di Kancah Nasional
“Hal tersebut bisa jadi karena kita tidak mengenalkan para ulama kita kepada mereka. Semoga lewat buku ini bisa menjadi sumber keteladanan baru. Para generasi penerus memiliki idola dari para kiai-kiai kita,” ujar Ipuk.
Ipuk juga berharap buku yang ditulis Ayung Notonegoro nantinya bisa menjadi referensi untuk membuat karya-karya dalam bentu lainnya. “Nantinya bisa berkolaborasi dengan lainnya. Misalnya, dari buku ini nanti dibuat film. Sehingga bisa menjangkau lebih luas lagi,” pintanya.
Buku Lentera Blambangan mengangkat sembilan ulama. Mulai KH. Saleh Lateng, KH. Dimyathi Syafii Srono, KH. Harun Abdullah, KH. Askandar Muncar, KH. Abdullah Faqih Cemoro, KH. Ali Mansur, KH. Mukhtar Syafaat, KH. Zarkasyi Djunaidi dan Nyai Sriwedari Imam.
“Sembilan tokoh ini memiliki keteladanan yang unik. Ada dalam bidang perjuangan, pendidikan, kebudayaan, emansipasi perempuan hingga sosial-politik,” ungkap penulis buku Ayung Notonegoro.
Baca Juga: Banyuwangi Batik Festival 2024 Hadirkan Batik Jeruji dari Warga Binaan Lapas
Selain itu, imbuh Ayung, sembilan tokoh tersebut diangkat terlebih dahulu dikarenakan proses risetnya yang telah rampung. Tidak semata dari sumber lisan yang jadi rujukan, tapi juga dari manuskrip, arsip, kliping koran hingga berbagai foto lama.
“Sebenarnya masih ada banyak ulama lainnya yang patut untuk ditulis. Kami butuh waktu untuk merampungkan riset bagi tokoh-tokoh lainnya. Semoga dengan dukungan banyak pihak akan memudahkan proses riset ini sehingga banyak sejarah kiai kita yang terpublikasi dengan baik,” papar Ayung.
Buku tersebut memanen apresiasi dari sejumlah kalangan yang hadir. Terutama dari kalangan keluarga para ulama yang ditulis dalam buku tersebut. Di antaranya dari KH. Ahmad Munib Syafaat, KH. Muwafiq Amir, KH. Ahmad Ghazali, KH. Wafiruddin As’adi dan sejumlah kiai lainnya.
Baca Juga: Mati Suri 20 Tahun, PT KAI Akan Reaktivasi Jalur Kereta Kalisat Panarukan
“Buku ini sarat akan nilai pendidikan bagi kita semua. Bagaimana para kiai-kiai dulu telah mengajarkan sejumlah hal penting. Mulai dari perjuangan, pergerakan, menghasilkan karya tulis dan tidak abai pada persoalan-persoalan sosial-politik yang terjadi,” ungkap Direktur Pascasarjana IAI Ibrahimy Dr. Kholilurrahman yang menjadi pembedah buku tersebut.
Kehadiran buku biografi semacam ini, juga memiliki banyak faedah. Sebagaimana diungkapkan oleh KH. Nur Kholik Ridwan yang juga menjadi pembedah buku tersebut. “Membaca biografi itu, di dalam Al-Quran disebutkan, dapat memperkuat fuad (kecerdasan) kita,” ungkap penulis produktif asal Yogyakarta tersebut.
(red)
Editor : Fuart