SURABAYA — Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya, Imam Syafi’i, melontarkan kritik tajam terhadap sejumlah kebijakan dan pernyataan Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, yang dinilai kerap tidak realistis dan sulit diterapkan di lapangan.
Menurutnya, Kebijakan penertiban yang sering diumumkan oleh Pemkot Surabaya, termasuk ancaman denda hingga puluhan juta rupiah bagi pelanggar, Ia menegaskan, selama ini penegakan perda hanya sampai pada tindak pidana ringan (tipiring), dengan denda yang relatif kecil.
Baca Juga: Kuota Beasiswa Diperluas,Nilai Bantuan Dipangkas, Imam Syafi'i Minta Pemkot Tak Lepas Tangan
“Begitu ada pelanggaran, Satpol datang, diproses lewat perda dan tipiring. Tapi dendanya itu loh, tidak sampai satu juta. Jadi kalau tiba-tiba muncul ancaman denda 50 juta, ini menegakkan perda atau malah menakuti warganya "sindir Imam dengan nada tegas, pada Warta Artik.id Minggu (02/11)
Ia mencontohkan kasus produk es krim mengandung alkohol yang sempat viral beberapa waktu lalu. Menurutnya, meskipun sempat ramai diperbincangkan, hasil proses hukumnya juga hanya menghasilkan denda tipiring dengan nominal kecil.
“Yang kemarin ramai soal es krim beralkohol itu, dendanya juga kecil, nggak sampai sejuta. Jadi apa dasarnya sekarang bicara denda puluhan juta?” tuturnya.
Imam juga mempertanyakan konsistensi kebijakan wali kota dalam menegakkan aturan di lapangan, beberapa kebijakan yang dikeluarkan sering berubah-ubah tanpa arah yang jelas.
“Ini sama saja seperti kebijakan parkir minimarket. Awalnya dilarang, terus ditarik lagi, lalu berubah lagi. Seolah hanya asal bicara tanpa perhitungan matang,” kritiknya.
Baca Juga: Pemkot Surabaya Tambah Anggaran Dinsos, Imam Syafi’I Tolak Pengadaan 221 Kijing Kuburan
Legislator senior itu menilai, sebelum membuat pernyataan publik, kepala daerah seharusnya memastikan dasar hukum dan mekanisme penerapannya sudah jelas agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat.
“Kalau mau menenangkan warga, silakan. Tapi jangan sampai kebijakan yang disampaikan justru menimbulkan ketakutan tanpa dasar hukum yang kuat. Wali kota harus realistis,” tegas Imam.
Lebih lanjut, Imam menyoroti pernyataan wali kota soal penertiban Tenda Hajatan di jalan raya yang dianggap melanggar ketertiban umum. Ia mempertanyakan apakah aturan tersebut sudah jelas mengatur klasifikasi jalan yang dimaksud.
Baca Juga: APBD Surabaya 2026 Naikkan Anggaran Sosial, Imam Syafi’I Dorong Pemkot Fokus ke Warga Miskin
“Apakah semua jalan bisa dikategorikan pelanggaran ketertiban? Kalau itu pakai undang-undang lalu lintas, berarti harus proses pidana lewat kepolisian. Prosesnya panjang, bukan bisa langsung didenda begitu saja,” paparnya.
Diakhir pernyataannya, imam menilai gaya kepemimpinan seperti ini berpotensi menciptakan kebijakan yang hanya bersifat populis dan retoris, tanpa solusi nyata.
“Yang kita butuhkan bukan kebijakan menakut-nakuti, tapi kebijakan yang bisa dijalankan. Kalau tidak bisa direalisasikan, lebih baik jangan diucapkan,” pungkasnya. (Rda)
Editor : rudi