Larangan Impor Udang oleh AS Ancam Ribuan Pekerja dan Devisa Indonesia

SURABAYA - Larangan impor udang asal Indonesia oleh Amerika Serikat (AS) menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha perikanan nasional. Kebijakan ini dinilai berpotensi menimbulkan kerugian besar serta mengancam keberlangsungan jutaan tenaga kerja di sektor tersebut.

Larangan tersebut diberlakukan setelah otoritas AS menemukan 18 peti kemas udang dari Indonesia mengandung cesium-137 (Cs-137), zat radioaktif berbahaya yang tidak layak dikonsumsi manusia. Seluruh kontainer itu langsung dikembalikan (recall), dan ekspor udang Indonesia ke AS dihentikan sementara.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Timur, Eddy Widjanarko, mengaku heran dengan temuan tersebut. Ia menilai persoalan utama bukan hanya pada keberadaan zat berbahaya itu, tetapi juga perbedaan standar keamanan pangan antarnegara.

“Pemerintah perlu menyesuaikan standar mutu sesuai ketentuan negara tujuan, terutama untuk produk ekspor pangan. Ini menjadi pelajaran penting bagi pembuat kebijakan,” ujar Eddy, Selasa (14/10/2025).

Eddy menilai langkah sepihak AS dapat menimbulkan efek domino terhadap komoditas perikanan lain seperti tuna. Padahal, pasar udang Indonesia sangat bergantung pada Negeri Paman Sam. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), nilai ekspor udang pada 2024 mencapai USD 2 miliar, di mana sekitar 63–64 persen atau setara USD 1,4 miliar dikirim ke AS.

Situasi kian pelik karena pemerintah kini dihadapkan pada dua opsi sulit: memasarkan udang yang telah terkontaminasi di dalam negeri, atau menyalurkannya kembali ke negara lain (re-ekspor). Namun, keduanya dinilai sama-sama berisiko.

“Kalau dimusnahkan, pengusaha rugi besar. Tapi kalau diekspor ulang, negara lain sudah tahu kasusnya dan mulai menolak. Bahkan beberapa sudah menanyakan tujuan re-ekspor kita. Cari pasar baru juga tidak mudah,” jelas Eddy.

Selain 18 peti kemas yang dikembalikan, terdapat sekitar 439 kontainer dengan total 900 ton udang yang masih dalam perjalanan menuju AS dan kini diminta untuk dipulangkan. Akibat larangan tersebut, ekspor udang ke AS telah terhenti lebih dari sepuluh hari. Padahal, biasanya Indonesia mengirim sekitar 50 kontainer per minggu ke pasar Amerika.

Kondisi ini membuat pengusaha dan pemilik tambak semakin cemas. Eddy memperingatkan, jika larangan ekspor terus berlanjut, sektor ini berpotensi kehilangan hingga satu juta lapangan kerja.

Selain itu, Indonesia juga berisiko kehilangan devisa sebesar USD 1,7 miliar atau sekitar Rp29 triliun dari sektor ekspor udang. (red)

 

Editor : Fudai