Rumah Literasi Digital Diskusi “Autisme dan Kita”, Bahas Kesadaran, Lingkungan dan Peran Teknologi

SURABAYA - Rumah Literasi Digital (RLD) kembali menggelar kegiatan jagongan Bareng pada Senin (29/9) dengan mengangkat topik “Autisme dan Kita”. Diskusi menghadirkan dua narasumber, yakni Founder sekaligus CEO Malang Autisme Center, Mohammad Cahyadi, serta Pemerhati Autisme Chusnur Ismiati Hendro. Acara dipandu oleh Vety Veronica.

Acara yang berlangsung di markas RLD tersebut fokus pada pentingnya kesadaran tentang autisme, perubahan sosial terkait penerimaan masyarakat, peran lingkungan, hingga pemanfaatan teknologi digital seperti gawai dan aplikasi untuk mendukung deteksi dini serta pembelajaran bagi anak dengan autisme.

Baca Juga: Laskar Tretan Perjuangan (LTP) Perkuat Akar Organisasi Lewat Diskusi Branding

Dalam sesi wawancara, Chusnur menekankan bahwa meningkatnya kesadaran masyarakat sangat penting agar anak dengan autisme dapat berkembang optimal. Ia menuturkan, jika dahulu banyak keluarga menyembunyikan kondisi anak, kini masyarakat mulai lebih terbuka.

“Sekarang orang sudah bisa mengenali, yang dulu bingung ini autis atau bukan, sekarang lebih mudah diidentifikasi. Kesadaran meningkat, sehingga laporan kasus juga bertambah. Namun hal ini lebih mencerminkan kemampuan identifikasi yang lebih baik, bukan peningkatan jumlah sebenarnya,” jelas Chusnur.

Ia juga menyoroti manfaat gawai dalam dunia pendidikan anak autis. Menurutnya, teknologi dapat digunakan sebagai media deteksi awal sebelum pemeriksaan profesional, sekaligus sarana pembelajaran.

“Banyak aplikasi membaca yang cocok, karena anak autis biasanya belajar dengan pengulangan dan meniru. Mereka sangat piawai dalam hal imitasi,” tambahnya.

Meski demikian, Chusnur mengingatkan agar penggunaan gawai tetap dibatasi maksimal dua hingga tiga jam sehari untuk menghindari dampak negatif pada kesehatan mata.

Baca Juga: UKM Sahabat Pustaka Unitomo Gelar Diskusi Filsafat Bertajuk Memahami Logika

“Selama memberi manfaat, penggunaan gadget itu baik,” ujarnya.

Selain faktor teknologi, ia menekankan pengaruh lingkungan terhadap anak dengan autisme. Kandungan logam berat, pestisida, hingga bahan pengawet disebut dapat berkontribusi terhadap kondisi tersebut.

“Banyak anak autis yang ketika diperiksa rambutnya ditemukan timbunan logam. Umumnya mereka tinggal di daerah dengan paparan timbal tinggi,” ungkapnya.

Baca Juga: Hari Literasi Internasional Lilik Hendarwati Jangongan Bareng RLD, Soroti Kerusuhan Surabaya

Sebagai solusi, ia mendorong penghijauan lingkungan,

“Menanam tanaman hijau sebanyak mungkin, bisa membantu membersihkan udara dan meminimalkan paparan polutan,” tutup Chusnur. (diy)

 

Editor : Elis