SURABAYA - Ironi terjadi di Kota Pahlawan. Di tengah semangat memperjuangkan hak rakyat, ratusan warga Tambak Wedi justru harus memperjuangkan hak paling dasar, hak atas tanah tempat mereka berpijak.
Sebanyak 322 sertifikat hak milik (SHM) yang diperoleh warga melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) kini digugat statusnya oleh Pemerintah Kota Surabaya. Tanah yang telah bertahun-tahun ditempati dan disertifikasi secara legal, tiba-tiba diklaim sebagai aset pemerintah kota.
Baca Juga: Abdul Malik Tinjau Pembangunan Gedung Baru Puskesmas Pegirian Surabaya
“Mayoritas warga mengikuti prosedur resmi PTSL. Sertifikat sudah keluar, bahkan ada yang digunakan untuk keperluan perbankan. Tapi sekarang kami dipertanyakan, seolah-olah mengambil tanah orang,” kata husen, tokoh warga setempat pada warta Artik.id Jumat(25/07).
PTSL, program dari Kementerian ATR/BPN, dirancang untuk memberikan kepastian hukum, meminimalkan konflik agraria, dan membuka akses ekonomi bagi masyarakat. Tapi kenyataannya, warga yang telah mengantongi SHM kini justru menghadapi tekanan hukum.
Dari pihak Pemkot, Kabid Hukum dan Kerja Sama Rizal menyatakan akan meninjau ulang penerbitan sertifikat tersebut. “Kalau substansi kewenangan prosedurnya tidak cocok, ya bisa dibatalkan,” ujarnya, sembari menyebut pihaknya telah melibatkan Jaksa Pengacara Negara untuk menilai langkah hukum selanjutnya.
Baca Juga: ASKLIN Surabaya Serukan Pemerataan Kapitasi BPJS antara Klinik dan Puskesmas
"Siapa yang seharusnya dilindungi negara? Rakyat yang taat prosedur atau sistem yang berubah arah?" Pungkas Husen.
Di kota yang pernah menjadi simbol perjuangan, rakyat kecil kini justru harus bertempur demi mempertahankan tanahnya sendiri.
Baca Juga: Pemkot Surabaya Teliti Fenomena Ikan Mabuk di Kalimas dan Banyu Urip
Hak atas tempat tinggal bukan sekadar soal dokumen, tapi soal martabat hidup yang semestinya dijamin oleh Pemkot Surabaya terhadap warganya. (Rda)
Editor : rudi