Sengketa Akses Jalan Sekolah Petra, Warga Manyar Tolak Iuran 25 Juta Per Bulan

Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya, Baktiono (FOTO: Fuday)
Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya, Baktiono (FOTO: Fuday)

SURABAYA | ARTIK.ID - Masalah akses jalan menuju Sekolah Petra di wilayah Tompotika Manyar Sabrangan yang menjadi sengketa dengan warga setempat  berujung pada dilaksanakannya Rapat Dengar Pendapat (RDP) oleh Komisi C DPRD Kota Surabaya. RDP tersebut dihadiri oleh Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perhubungan, Bagian Hukum, dan para pakar.

Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya, Baktiono, Rabu (17/7) menjelaskan, bahwa tanah ataupun jalan di wilayah Tompotika Manyar Sabrangan merupakan fasilitas milik warga. 

Baca Juga: Fraksi partai Gerindra DPRD kota Surabaya :Dukung Ekonomi Kreatif tingkatkan daya saing masyarakat.

"Setelah kami berdebat dan memberikan bukti-bukti, ternyata tanah tersebut adalah sarana prasarana, utilitas, atau fasilitas umum dan sosial yang haknya ada pada pemerintah kota. Bukti kepemilikan sudah diserahkan oleh pihak perumahan Tompotika," ujar Baktiono.

Baktiono juga menyebutkan bahwa penutupan jalan yang sebelumnya terjadi hingga dilaporkan ke pihak berwajib menjadi alasan pihaknya mengundang pertemuan dengan Komisi C untuk menghindari perselisihan antara Sekolah Petra dan warga.

"Kami menjelaskan bahwa penutupan jalan tidak boleh dilakukan sesuai dengan aturan dari Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan, apalagi jalan tersebut merupakan akses ke sekolah," tambah Baktiono.

Menurut Baktiono, yang paling pelik adalah persoalan iuran sebab Kepala sekolah harus menyampaikan laporan ke yayasan. 

“Semua hal tersebut telah dibahas dalam resume dan rapat hari ini untuk menindaklanjuti resume sebelumnya," jelasnya.

Dinas Perhubungan telah melakukan kajian agar warga tidak terlalu terganggu dengan adanya mobil antar-jemput di wilayah Sekolah Petra dan telah memberikan kajian tersebut. 

"Solusinya adalah dengan adanya perbedaan waktu pulang antara SMP dan SMA, yaitu setengah jam. Dinas Perhubungan mengusulkan selisih satu jam, dan pihak Petra menyetujuinya," kata Baktiono.

Selain itu, mengenai kajian yang dilakukan Dinas Perhubungan, Baktiono mengatakan bahwa kajian tersebut tidak dilakukan pada hari libur seperti yang diklaim warga.

"Setelah rapat pertama, Dinas Perhubungan langsung menurunkan tim untuk melakukan kajian. Namun, setelah ditanyakan ke warga, mereka malah walkout," tuturnya.

Baca Juga: Mahasiswa Universitas Kristen Petra Surabaya Pamer Karya Inovatif Sebelum Wisuda

Namun demikian, Baktiono menegaskan bahwa pihaknya tetap menjembatani dan akhirnya mencapai kesepakatan bersama. 

DR. H. Joko Nur Sariono, SH., MH, (FOTO: Fuday)DR. H. Joko Nur Sariono, SH., MH, (FOTO: Fuday)

Hal serupa juga disampaikan Pakar Hukum Administrasi dan Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma surabaya DR. H. Joko Nur Sariono, SH., MH, dirinya menilai dengan adanya rencana warga menutup jalan, hal ini sangat mengganggu kegiatan pendidikan sebagai hak konstitusi dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

"Apabila nantinya yang diduga adanya rencana warga melakukan penutupan jalan, maka hal ini jelas melanggar Undang-Undang 45 pasal 31, kami berharap penyelesain ini bisa dimulai dari tingkat kelurahan agar semua persoalan ini bisa selesai," ungkap Joko

Kepala Bagian Legal Petra, Christin Novianti Panjaitan (Foto: Fuday)Kepala Bagian Legal Petra, Christin Novianti Panjaitan (Foto: Fuday)

Kepala Bagian Legal Petra, Christin Novianti Panjaitan, menyatakan bahwa pihak Petra sudah menyetujui kajian dari Dishub. "Namun, pihak RW tidak mau lagi menerima iuran pembayaran dari kami," kata Christin.

Baca Juga: UK Petra Gelar Teater Musikal Berjudul 'What If' dengan Elemen Pilihan Penonton

Christin menjelaskan bahwa persoalan utamanya adalah kenaikan iuran oleh pihak RW tanpa koordinasi dengan pihak Petra. 

"Kami tidak pernah diajak berdiskusi tentang kenaikan ini," ungkap Christin. 

Dari segi nominal, pihak Petra tidak keberatan dengan jumlah 25 juta per bulan, yang dianggap masih masuk akal berdasarkan kajian PT Gentong Emas. Namun, pihak RW meminta 35 juta, sementara Petra hanya sanggup membayar 25 juta karena sifatnya adalah sumbangan sukarela.

Christin juga menyebutkan bahwa sebelumnya Petra telah membayar 32 juta, namun kemudian menawar 25 juta. Karena pihak RW tidak mau lagi menerima pembayaran dari Petra, maka dana tersebut akan dialokasikan untuk keperluan lain, seperti lingkungan.

"Tadi pihak RW keluar dan tidak mengikuti jalannya rapat serta tidak mau lagi menerima iuran tersebut. Maka, dana 25 juta itu akan kami alokasikan untuk keperluan lain, seperti untuk lingkungan," tambahnya.

Editor : Fudai