JAKARTA | ARTIK.ID - Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mengusung pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai capres-cawapres di Pilpres 2024 mendapat sorotan dari berbagai pihak.
Pasalnya, banyak pejabat negara yang terlibat dalam tim pemenangan KIM, baik sebagai pengurus partai politik maupun sebagai menteri dan kepala daerah.
Baca juga: Prabowo Kritik Kinerja DJP dan Bea Cukai, Usul Pembentukan Badan Penerimaan Negara
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati memaparkan, hal ini menimbulkan potensi konflik kepentingan dan merusak etika demokrasi.
Ia menyarankan agar pejabat negara yang tergabung dalam KIM segera mundur dari jabatannya agar dapat fokus mendukung Prabowo-Gibran.
"Agar konsentrasi tidak terpecah dengan menjalankan program rakyat yang berkesinambungan lebih baik mengundurkan diri. Ini lebih elok dan etis," ujar Neni dikutip dari Media Indonesia, Rabu (25/10).
Di antara pejabat negara yang masuk dalam KIM adalah Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Umum Partai Golkar; Zulkifli Hasan, Menteri Perdagangan sekaligus Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN); Raja Juli Antoni.
Baca juga: Ketua Jagat Prabowo Jawa Timur, A Yok Zakariya Yakin Prabowo Gibran Menang Tebal
Serta Wakil Menteri Agraria Tata Ruang/BPN sekaligus Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI); dan Afriansyah Noor, Wakil Menteri Ketenagakerjaan sekaligus Sekretaris Jenderal Partai Bulan Bintang (PBB).
Tak ketinggalan, Prabowo Subianto sendiri yang masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Gibran Rakabuming Raka yang masih menjabat sebagai Wali Kota Surakarta.
Neni menilai pejabat negara dalam KIM harus menahan diri untuk tidak memihak secara terang-terangan, meski tidak ada aturan yang mengharuskan mereka mundur.
Baca juga: Propaganda dan Intrik Politik Dimulai, Fahri Hamzah Tampil Membela Gibran
"Jika dibiarkan ini akan menjadi preseden buruk untuk demokrasi ke depan," tegas Neni.
(diy)
Editor : Fuart