JEMBER | ARTIK.ID - Bupati Jember Ir. H. Hendy Siswanto memimpin upacara penurunan bendera pusaka Hari Kemerdekaan Republik Indonesia di Alun-alun Kabupaten Jember, Rabu sore 17 Agustus 2022.
Upacara tersebut diakhiri dengan penampilan drama kolosal perjuangan Letkol. Inf. (Anumerta) Moch. Sroedji melawan penjajah.
Baca juga: Khofifah Indar Parawansa Gelar Operasi Pasar Murah di Jember, Bagi-bagi Sembako Gratis
Dikisahkan Sroedji merupakan musuh nomor satu bagi Belanda di wilayah Jember dan sekitarnya.
Sroedji adalah Komandan Brigade III Damarwulan, sebuah kesatuan militer yang membawahi sejumlah batalion di kawasan eks Karesidenan Besuki.
Setidaknya ada empat batalyon yang berada di bawah kendali Letkol Sroedji: Yon 25 pimpinan Mayor Syafiuddin, Yon 26 pimpinan Mayor Magenda, Yon 27 pimpinan Letkol Abdul Rivai dan Yon Depo pimpinan Mayor Darsan Iru serta ditambah dua kompi Mobrig (Mobil Brigade) dan satu kompi (PM) Polisi Militer.
Ia mempunyai 5000 prajurit yang ditugaskan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman untuk menumpas pasukan Belanda, setelah penjajah itu mengingkari Perjanjian Renville pada Januari 1948, dan meluluhlantakan Yogyakarta yang saat itu merupakan ibukota Indonesia
Pada hari Selasa, 08 Februari 1949, Seorang prajurit muda tiba-tiba datang dan tanpa mengindahkan etika militer lagi, menerobos masuk ruangan rapat para perwira Brigade III Damarwulan.
“Belanda datang, Pak!”
Mendengar kabar itu, Sroedji terdiam sejenak kemudian menyerukan pasukannya untuk mengadakan perlawanan.
Pasukan Sroedji menyambut kedatangan pasukan Belanda yang mengepung Karang Kedaung, Letkol. Sroedji berada di paling depan barisan pasukannya.
Dengan pistol di tangannya, Sroedji bergerak ke Palagan. Turut ikut dengannya yakni Letkol. dr. Soebandi, Residen Militer Besuki.
Dalam pertempuran itu, Sroedji terkena tembakan. Lalu ia bersuara;
“Kur! Saya kena,” teriak Sroedji memanggil pengawalnya bernama Abdul Syukur.
Abdul Syukur dan Letkol dr. Soebandi lantas memapah Sroedji menghindar ke tempat aman, tepatnya di sebuah parit.
Rupanya militer Belanda brutal, tak mengindahkan aturan perang, mereka menembaki Soebandi yang sedang melakukan pengobatan kepada Sroedji.
Baca juga: Bupati Hendy Siswanto Promosikan Kebudayaan Jember di Anugerah PWI pada HPN 2024
Peluru itu menghantam tubuh Soebandi dan akhirnya ia gugur lebih dulu.
Abdul Syukur bingung sekaligus sedih, dan berkata kepada Sroedji yang masih dalam keadaan luka parah;
“Pak! Pak Bandi gugur!” ucapnya kepada Sroedji.
Tak terima dengan kenyataan itu, Sroedji yang awalnya lemah tak berdaya dengan luka parah, langsung berdiri sambil menutupi luka di pundak kanannya, kemudian meminta pistol beserta pelurunya kepada Abdul Syukur.
Sroedji pun mengamuk, menembakkan peluru ke arah pasukan Belanda.
Bakero! dar dar darrrr
Bakero adalah umpatan orang-orang Jepang.
Sroedji yang tengah mengamuk, dikepung oleh satu kompi pasukan Belanda yang hendak menangkapnya hidup-hidup.
Baca juga: Menuju Kemandirian Pangan, Jember Luncurkan Pabrik Pupuk Organik ‘Si Jempol’
Alih-alih menyerahkan diri saat dikepung, Sroedji malah semakin beringas, ia menembaki para serdadu Belanda dan beberapa tewas.
Tak mau semakin banyak tentara Belanda tewas, akhirnya satu orang tentara Belanda menembak Sroedji dan seketika itu rubuh, namun tidak meninggal.
Dalam keadaan hidup dengan banyak luka di badannya, Sroedji dilarikan oleh tentara Belanda ke markasnya, namun dalam perjalanan Sroedji akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
Gagal mendapatkan Sroedji dalam kondisi hidup, para tentara Belanda lantas membawanya ke halaman Hotel Jember.
Tentara Belanda itu mempertontonkan perilaku pengecut dengan mencongkel kedua bola mata Sroedji dan memotong tangannya di depan publik untuk membuat ketakutan kepada pribumi.
Kini, sosok kepahlawanan Sroedji diabadikan dalam bentuk patung Sroedji yang berdiri tegak di depan Kantor Pemkab Jember, sementara Soebandi dijadikan nama sebuah rumah sakit milik Pemkab Jember.
(ipf)
Editor : Natasya