Perkenalkan UU Maritim Baru, China Dibikin Meradang oleh AS

Artik

JAKARTA - Baru saja China mengenalkan Undang-Undang Keselamatan Lalu Lintas Maritim nya, pada 1 September lalu, Negeri Panda tersebut dikejutkan oleh kapal Destroyer Amerika Serikat yang berlayar di dekat Kepulauan Spratly di Laut China Selatan pada hari Rabu. 

China pun meradang, mereka menuduh AS telah melanggar undang-undang maritim baru China tersebut. Pasalnya UU itu mewajibkan semua kapal asing yang memasuki perairan China harus mengantongi izin dan memberi tahu otoritas maritim, yang mana kapal asing harus melaporkan melalui tanda panggilan dan kargo mereka sebelum memasuki laut teritorial China.

Baca juga: AS Sebar Berita Hoak, China Akan Bangun Pangkalan Militer di Kamboja

Bila tidak ada laporan, disebutkan. Administrasi maritim akan menanganinya sesuai dengan undang-undang, peraturan, aturan, dan ketentuan yang relevan.

Sehingga Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) pada Rabu (8/9/2021) memperingatkan kapal perusak rudal berpemandu AS USS Benfold, yang masuk tanpa izin ke wilayah yang berdekatan dengan Terumbu Meiji di Laut China Selatan. 

Juru bicara Komando Teater Selatan PLA Kolonel Senior Tian Junli menegaskan, langkah AS tersebut secara serius melanggar kedaulatan dan keamanan China.

Menurutnya, hal itu merupakan bukti kuat terbaru dari hegemoni navigasi dan militerisasi Amerika Serikat di Laut Cina Selatan. Selain itu dia memaparkan, China memiliki kedaulatan atas pulau-pulau dan perairan di sekitarnya. 

Sehingga, kelakar dia, pasukan Komando Teater Selatan PLA akan tetap dalam siaga tinggi. "Semakin banyak fakta telah membuktikan, AS adalah pembuat risiko terbesar serta penghancur stabilitas dan perdamaian terbesar di kawasan Laut China Selatan," tegas Tian, sperti dikutip Global Times. 

AS Klaim Operasinya Sesuai dengan Hukum Internasional. 

USS Benfold merupakan kapal perusak kelas Arleigh Burke berlayar dalam jarak 12 mil dari Mischief Reef, bagian dari Kepulauan Spratly.

Dilansir dari Express.co.uk, Kamis (9/9/2021), angkatan laut USS Benfold melakukan operasi sesuai dengan hukum internasional, selanjutnya dan kemudian melanjutkan operasi normal di perairan internasional. Sehingga pernyataan itu mengatakan: Pernyataan RRC (China) tentang misi ini adalah salah.

Baca juga: Konferensi Internet Industri 5G di China, Gagas Integrasi Inovasi lebih luas

Sebab, USS Benfold berpartisipasi dalam "Operasi Kebebasan Navigasi" Armada ke-7 12 mil laut di lepas Mischief Reef. Di bawah hukum internasional sebagaimana Konvensi Hukum Laut, ciri dari Mischief Reef yang tenggelam saat air pasang di bagian yang terbentuk secara alami tidak berhak atas laut teritorial.

"Upaya reklamasi tanah, instalasi, dan struktur yang dibangun di atas Mischief Reef tidak mengubah karakterisasi ini di bawah hukum internasional."

Sementara, China dilaporkan pada tahun 2017 silam telah membangun beberapa instalasi militer di Kepulauan Spratly termasuk di Mischief Reef.

China Sempat Remehkan Kapal Perang Inggris

Sebelumnya, China memandang sebelah mata kehadiran dua kapal perang Inggris ke Asia termasuk ke Laut China Selatan. Pengerahan kapal perang itu dianggap hanya mencari pengaruh di dunia Internasonal. 

Baca juga: Sadar Gelagat Vietnam, Beijing Tambahan 3 Juta Dosis Vaksin

Kapal HMS Tamar dan HMS Spey hanya sejenis kapal patroli pantai dengan senjata kecil, dan tak punya pengaruh bagi keseimbangan militer di kawasan itu, kapal perang Inggris disebut pula terlalu kecil bila dibanding dengan kapal penjaga pantai China

Dilansir dari media China Global Times, Dua kapal patroli lepas pantai berangkat dari pangkalan angkatan laut Inggris pada hari Selasa 7 September 2021, dan dilaporkan negara tersebut secara permanen menempatkan kapal perangnya di kawasan Asia-Pasifik. 

Hal ini dilakukan, menyusul AS yang juga mengerahkan sekutunya ke wilayah tersebut dalam upaya untuk menghadapi China.

Dan seperti tur kapal induk HMS Queen Elizabeth yang sedang berlangsung ke wilayah tersebut, kapal-kapal ini tidak dapat menghasilkan signifikansi militer apa pun atau menjadi ancaman nyata bagi Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA), kata para analis China. (roy) 

Editor : Fudai

Peristiwa
10 Berita Teratas Pekan Ini
Berita Terbaru