SURABAYA – Ketegangan mencuat di kawasan Babatan, Surabaya. Puluhan warga RW 11 mengadukan dugaan penyalahgunaan lahan fasilitas umum (fasum) oleh pengembang PT Sanggar Asri Sentosa (SAS) dalam proyek pembangunan The Nook Cafe.
Menanggapi gejolak ini, Komisi A DPRD Surabaya menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dan secara tegas merekomendasikan penghentian sementara proyek kontroversial tersebut.
Baca juga: Dukung Penerapan SLHS Jadi Filter Vendor MBG, Cak YeBe Tekankan Pengawasan Sistematis
RDP yang dipimpin Ketua Komisi A, Yona Bagus Widyatmoko, dihadiri sejumlah pihak terkait: dari DPRKPP, bagian hukum, lurah dan camat setempat, hingga perwakilan Graha Family Group dan PT SAS. Warga menyampaikan keberatan mereka atas pembangunan yang dinilai melanggar regulasi dan dilakukan tanpa keterbukaan.
“Proyek ini sudah berjalan sejak Juni 2023, padahal izin baru keluar Desember 2024. Artinya, pembangunan berlangsung lebih dari satu tahun tanpa dasar hukum yang sah,” tutur Yona pada Warta Artik.id Selasa (01/10).
Legislator dari Partai Gerindra Fraksi DPRD Surabaya itu menambahkan, pembangunan dilakukan lewat skema replanning tanpa memenuhi syarat sesuai Perwali No. 52 Tahun 2017 yang mengharuskan persetujuan dua per tiga dari pemilik lahan terdahulu.
Komisi A DPRD Surabaya mengeluarkan rekomendasi penghentian sementara pembangunan, dan memberikan waktu tujuh hari ke depan untuk proses mediasi antara warga, pengembang, dan pemerintah setempat. Selama masa ini, akan difasilitasi dialog terbuka untuk mencari titik temu yang adil dan solutif.
Baca juga: Surabaya Tembus 3 Juta Jiwa, DPRD Konsultasi ke KPU RI Soal Pemekaran Dapil
Tak hanya soal izin, transparansi terkait fasum menjadi sorotan utama. “Lahan fasum harus 30% dari total lahan perumahan. Kami minta PT SAS jujur dan terbuka menunjukkan lokasi kompensasi dan fasum pengganti agar tidak menimbulkan kecurigaan publik,” tegas Cak YeBe (sapaan akrabnya).
Di sisi lain, General Manager PT SAS, Veronika Puspita, menyatakan kesiapannya mengikuti rekomendasi dewan. Ia menegaskan bahwa seluruh dokumen perizinan telah dilengkapi, termasuk SPRK, PBG, hingga AMDAL.
“Kami tetap menghormati keputusan DPRD. Kami optimis proyek ini bisa kembali berjalan setelah masa penghentian berakhir,” ungkapnya.
Baca juga: Akhirnya Dicabut! Aturan Batas 3 KK Satu Alamat di Surabaya Direvisi
Veronika juga mengklaim telah menyiapkan lahan kompensasi fasum seluas 7.700 m² di area proyek, meski mengakui tak pernah menjanjikan fasilitas seperti lapangan tenis yang sempat disinggung warga.
Sengketa antara warga dan pengembang ini menjadi alarm penting bagi semua pihak: bahwa tata ruang, fasum, dan izin pembangunan bukan sekadar formalitas, tetapi menyangkut hak publik.
"Jika proses mediasi dapat menghasilkan kesepakatan yang adil, ini bisa menjadi contoh penataan kota yang mengedepankan transparansi dan partisipasi warga," Pungkas Cak YeBe. (Rda)
Editor : rudi